Oleh Ustadz Abu Utsman Kharisman
(Syarh Hadits ke-17 Arbain anNawawiyyah)
عَنْ
أَبِي يَعْلَى شَدَّاد ابْنِ أَوْسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ رَسُوْلِ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ اللهَ كَتَبَ
اْلإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا
الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذِّبْحَةَ وَلْيُحِدَّ
أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ.[رواه مسلم]
Dari Abu Ya’la, Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:
“Sesungguhnya Allah mewajibkan IHSAN (berlaku baik) pada segala hal,
maka jika kamu membunuh hendaklah membunuh dengan cara yang baik dan
jika kamu menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik dan
hendaklah menajamkan pisau dan memberi kelapangan bagi hewan yang disembelihnya”.[HR. Muslim]
Penjelasan tentang Sahabat yang Meriwayatkan Hadits
Syaddaad bin Aus adalah Sahabat Nabi
yang ‘alim (berilmu) dan memiliki sifat lemah lembut. Sahabat Nabi
‘Ubadah bin as-Shomit menyatakan: “Syaddaad bin Aus adalah termasuk
orang yang diberi ilmu dan kelembutan. Di antara manusia ada yang hanya
diberi salah satunya (riwayat Ibnu Abi Khoytsamah dinukil dalam al-Ishobah)
Kholid bin Ma’dan berkata: Tidaklah
tersisa di Syam orang yang lebih terpercaya, lebih faqih, dan lebih
diridlai selain Ubadah bin as-Shomit dan Syaddaad bin Aus (Tahdziib Ibn Asaakir (6/291))
Al-Mafshol al-Ghulaaby menyatakan: Orang yang zuhud di kalangan Anshar ada 3 orang, yaitu Abud Darda’, Umair bin Sa’d, dan Syaddad bin Aus (Siyar A’laamin Nubalaa’ (2/465))
PENJELASAN UMUM MAKNA HADITS
Allah mewajibkan perbuatan Ihsan pada
setiap keadaan. Sampai-sampai dalam hal harus membunuh orang (pada jihad
fii sabilillah, qishash, atau hukuman syar’i yang lain), lakukanlah
dengan cara ihsan (baik).
Demikian juga Allah mewajibkan perbuatan
ihsan dalam penyembelihan binatang. Salah satu bentuknya adalah dengan
menajamkan pisau yang akan digunakan menyembelih serta memberi
kelapangan (tidak menyakiti atau menyebabkan menderita) pada hewan yang
akan disembelih.
Makna Ihsan
Para Ulama’ menjelaskan bahwa ihsan diterapkan pada 2 hal:
1. Ihsan dalam beribadah kepada Allah, yaitu:
أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
“ Engkau menyembah Allah seakan-akan
engkau melihatnya. Jika engkau tidak melihatnya, maka sesungguhnya Allah
melihatmu (H.R al-Bukhari dan Muslim)
Ihsan kepada Allah dalam beribadah ini terbagi menjadi 2:
a. Maqoomul Musyaahadah : beribadah seakan-akan menyaksikan Allah.
Seorang manusia di dunia tidak akan bisa
melihat Allah dalam keadaan terjaga. Ia hanya bisa menyaksikan Allah
dengan mata kepalanya langsung di akhirat (surga). Namun, dengan
penghambaan dan keyakinan yang tinggi ia beribadah sehingga seakan-akan
menyaksikan sesuatu yang ghaib menjadi nyata. Ia merasa beribadah dengan
berdiri di hadapan Allah dan melihat Allah. Sebagian Ulama’
menyatakan: seakan-akan ia menyaksikan Allah dengan hatinya.
Pada tingkatan ini perasaan yang menonjol adalah perasaan cinta dan pengagungan terhadap Allah.
b). Maqoomul murooqobah : beribadah dengan perasaan selalu diawasi oleh Allah.
Pada tingkatan ini perasaan yang menonjol adalah perasaan menghinakan diri dan takut kepada Allah
Tingkatan yang pertama (maqoomul musyaahadah) lebih tinggi kedudukannya dibandingkan tingkatan yang kedua (maqoomul murooqobah).
2. Ihsan (berbuat baik) kepada makhluk.
Tidak mendzhalimi para makhluk dan jika
mampu memberikan bantuan harta, makanan/minuman, tenaga, dan pikiran
untuk kebaikan mereka.
Balasan Bagi Orang-orang yang Berbuat Ihsan
Orang yang senantiasa berbuat ihsan akan mendapat kedekatan bersama Allah, kecintaan dari Allah, pahala yang berlipat, balasan Jannah (surga) serta kenikmatan melihat Wajah Allah.
Balasan yang akan diterima oleh orang yang senantiasa berbuat Ihsan:
- Mendapatkan kedekatan bersama Allah
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ
Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa dam orang-orang yang berbuat ihsan (kebaikan)(Q.S an-nahl:128)
2. Mendapatkan kecintaan dari Allah
…وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
…Dan berbuat ihsan-lah karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat ihsan (Q.S al-baqoroh:195)
3. Mendapatkan Jannah (surga), pelipatgandaan amalan, dan melihat Wajah Allah
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ…
Bagi orang yang berbuat ihsan mereka akan mendapat surga dan tambahan (melihat Wajah Allah)…(Q.S Yunus:26)
Kasih Sayang pada Semua Makhluk
Syariat Islam diturunkan dari Sang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang, disampaikan oleh Nabi yang pemurah penuh
kasih sayang sebagai rahmat bagi seluruh alam.
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Dan tidaklah Kami utus engkau kecuali sebagai rahmat (kasih sayang) bagi segenap alam semesta (Q.S al-Anbiyaa’:107)
Karena itu seluruh aturan-aturan dalam
agama Islam mengandung kasih sayang, sekalipun orang yang pendek akalnya
menganggap itu sebagai kekerasan.
Pada Jihad Fii Sabiilillah terdapat
kasih sayang. Pihak yang diperangi hanyalah kafir harbi (kafir yang
memerangi Islam), yaitu pihak yang memerangi agama kasih sayang ini.
Jihad yang mulya, dilandasi dengan aturan-aturan dan
persyaratan-persyaratan dari Tuhan Yang Maha Penyayang. Sungguh aksi
teror pengeboman yang banyak terjadi sebelumnya, bukanlah jihad yang
syar’i. Tidak sedikit kaum muslimin yang juga menjadi korban. Itu adalah
kebrutalan, bukan kasih sayang.
Tidak juga seperti anggapan sebagian
orang bahwa tidak ada lagi jihad dalam bentuk peperangan, yang ada
adalah jihad dalam bentuk lain. Itu adalah anggapan yang salah. Syariat
jihad fi sabilillah dengan peperangan akan selalu ada hingga hari kiamat
dan wajib dilaksanakan oleh kaum muslimin jika telah terpenuhi syarat-syaratnya yang diatur dalam syariat Islam.
Al-Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan :
والغزو ماض مع الإمام إلى يوم القيامة البر والفاجر لا يترك
Perang akan terus ada bersama
pemimpin yang baik atau fajir hingga hari kiamat tidak (bisa)
ditinggalkan (Ushulus Sunnah poin ke-16).
Demikian juga al-Imam al-Bukhari menulis bab dalam Shahih al-Bukhari berjudul:
الجهاد ماضٍ مع البر والفاجر
Jihad akan selalu ada bersama pemimpin yang baik atau fajir (Shahih al-Bukhari juz 9 halaman 452)
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَلَا
تَزَالُ عِصَابَةٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ يُقَاتِلُونَ عَلَى الْحَقِّ
ظَاهِرِينَ عَلَى مَنْ نَاوَأَهُمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Akan senantiasa ada sekelompok dari
umatku berperang di atas al-haq menang terhadap yang memusuhinya hingga
hari kiamat (H.R Muslim)
Di dalam hukum qishash
(pembalasan bunuh) juga terdapat kasih sayang. Kasih sayang untuk
keluarga yang ditinggalkan agar tidak tersisa dendam karena pembunuh
orang yang mereka kasihi telah dibalas dengan pembalasan yang setimpal.
Betapa banyak kasus-kasus pembunuhan yang ditetapkan hukuman hanya 15
tahun penjara padahal sebenarnya pihak keluarga korban sangat
mengharapkan hukuman mati sebagai balasan yang setimpal.
Qishash mengandung kasih sayang
untuk pelaku pembunuhan, karena mereka akan mendapat kaffarah
(penghapusan dosa) dengan sebab itu. Jika tidak diterapkan hukum Islam
padanya, bisa jadi ia masih akan berhadapan dengan orang yang dibunuhnya
itu menuntut haknya di hadapan Allah pada hari kiamat.
يُؤْتَى
بِالْقَاتِلِ وَالْمَقْتُوْلِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ، فَيَقُوْلُ: أَيْ
رَبِّ ! سَلْ هذَا فِيمَ قَتَلَنِي ؟ فَيَقُوْلُ: أَيْ رَبِّ ! أَمَرَنِي
هذَا. فَيُؤْخَذُ بِأَيْدِيْهِمَا جَمِيْعًا، فَيُقْذَفَانِ فِي النَّارِ
Didatangkan pembunuh dan yang dibunuh
pada hari kiamat. (Orang yang dibunuh) berkata: Wahai Tuhanku, tanyakan
kepadanya mengapa ia membunuhku? (Pembunuh) berkata: Wahai Tuhanku, aku
diperintah oleh orang ini (menunjuk ke arah orang yang memerintahkannya
membunuh). Kemudian kedua tangan pembunuh dan orang yang memerintah
untuk membunuh itu dipegang dan dilemparkan keduanya ke neraka (H.R
atThobarony, al-Haitsamy menyatakan bahwa para perawinya seluruhnya
terpercaya).
Penerapan qishash juga merupakan kasih sayang terhadap seluruh umat, dengan disaksikannya proses qishash di muka umum sehingga menimbulkan efek jera bagi yang lain untuk tidak melakukan pembunuhan.
Kebaikan pada Hewan juga Berpahala
Para Sahabat bertanya kepada Nabi apakah berbuat baik kepada hewan juga akan berpahala, Nabi mengiyakan dan bersabda:
فِي كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ
Pada setiap hati yang basah (makhluk bernyawa) terdapat pahala (H.R al-Bukhari)
Sebaliknya, pendzhaliman terhadap hewan adalah perbuatan dosa dan bisa berakibat adzab di neraka.
عُذِّبَتْ
امْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍ سَجَنَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ فَدَخَلَتْ فِيهَا
النَّارَ لَا هِيَ أَطْعَمَتْهَا وَسَقَتْهَا إِذْ هِيَ حَبَسَتْهَا وَلَا
هِيَ تَرَكَتْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الْأَرْضِ
Seorang wanita diadzab dengan sebab
kucing yang ia kurung hingga mati. Maka masuklah wanita itu ke dalam
neraka. Ia tidak memberi makan dan minum ketika mengurungnya, tidak pula
ia bebaskan kucing itu berkeliaran sehingga bisa makan serangga tanah
(H.R Muslim)
Ihsan dalam Membunuh dan Menyembelih
Membunuh orang kafir dalam Jihad fii
sabilillah haruslah dengan sikap ihsan. Tidak membunuh orangtua, wanita,
dan anak-anak yang tidak terlibat perang. Perang tidak dilakukan
kecuali telah dilakukan dakwah dan ditegakkan hujjah terlebih dahulu.
Tidak boleh mencincang tubuh dan menyiksa terlebih dahulu.
Sebagian Ulama’ di antaranya al-Imam
asy-Syaukaany berpendapat bahwa ihsan dalam membunuh tidak bisa tercapai
kecuali dengan memenggal pada leher, bukan pada anggota tubuh yang
lain. Karena yang dikenal di masa Nabi dan para Sahabatnya adalah metode
demikian. Sampai-sampai jika ada seseorang yang melakukan perbuatan
yang hukumannya layak dibunuh, para Sahabat berkata kepada Nabi: Biarkan saya penggal lehernya wahai Rasulullah. Pembunuhan yang dilakukan pada anggota tubuh yang lain disebut dengan al-mutslah (mencincang) dan telah jelas dalil yang menunjukkan larangannya (Nailul Authar (7/98))
Demikian juga membunuh binatang-binatang
yang membahayakan tidak diperbolehkan menyiksa terlebih dahulu. Tidak
boleh membunuh dengan cara membakar.
لَا يُعَذِّبُ بِالنَّارِ إِلَّا رَبُّ النَّارِ
Tidaklah mengadzab dengan api kecuali Tuhan (yang menciptakan) api (H.R Abu Dawud)
Dalam proses penyembelihan, hewan yang
akan disembelih tidak boleh dibiarkan kehausan. Diberi minum terlebih
dahulu. Tidak memperlihatkan penyembelihan hewan lain di hadapannya.
Pisau harus tajam sehingga kematian akibat penyembelihan berlangsung
cepat tanpa harus merasakan banyak penderitaan sebelumnya. Tubuh
binatang tidak boleh dipotong sebelum benar-benar mati. Tidak boleh
menyembelih induk betina yang anaknya masih menyusu (disarikan dari
penjelasan al-Imam an-Nawawy).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar