Kamis, 11 April 2013

Sabar Senjata Orang Beriman


sabarMemilih hidup sebagai orang yang beriman berarti menentukan jalan hidup dengan ragam dan limpahan kebaikan. Apapun kondisi yang dialami dalam kehidupan ini, orang beriman tidak pernah kehilangan raihan kebaikan. Karena kebaikan itu sejatinya bersumber dari keimanan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan, “Urusan orang yang beriman itu sangat menakjubkan. Seluruh perkaranya baik. dan itu hanya milik orang yang beriman. Jika ia meraih kesenangan, ia bersyukur, dan itu kebaikan baginya. Jika ia ditimpa kesulitan, ia bersabar, dan itu menjadi kebaikan baginya.” (HR Muslim)
Hadis ini mencakup seluruh ketentuan Allah yang berlaku atas seorang hamba. Semuanya baik, jika ia bersabar dengan ketentuan Allah yang tidak ia sukai, dan ia bersyukur dengan ketentuan-Nya yang ia cintai.
Adapun sabar, ia ada tiga macam:
Pertama, sabar dalam mengerjakan ketaatan. Seorang hamba tidak akan mampu melaksanakan amal-amal ketaatan kecuali setelah ia mampu bersabar dan bermujahadah melawan musuh-musuhnya, baik yang nampak atau yang tersembunyi. Sekuat kesabarannya, ketaatan itu akan dilaksanakan. Semakin kuat, semakin banyak dan baik ketaatan yang ia lakukan.
Kedua, sabar dalam meninggalkan larangan Allah. Dorongan hawa nafsu, bisikan setan dan teman yang buruk selalu mengajak seorang hamba bermaksiat kepada Allah. Maka, sekuat kesabarannya, kemaksiatan itu akan ditinggalkan. Semakin kuat, semakin ia mampu menjauhi maksiat.
Ketiga, sabar dalam menerima musibah. Sabar saat ditimpa musibah dan kesulitan yang tidak diinginkan adalah senjata orang yang beriman untuk merubah segala kesulitan yang ia hadapi itu menjadi limpahan karunia dan keutamaan.
Musibah ada dua macam:
Pertama, musibah samaawiyyah atau musibah dari langit yang Allah turunkan kepada kita dan kita hanya bisa menerimanya. Seperti musibah sakit. Musibah itu datang dari Allah dan tidak ada campur tangan manusia di dalamnya.
Kedua, musibah yang melibatkan orang lain. Seperti musibah yang terkait dengan harta, kehormatan atau diri karena perbuatan zalim orang lain kepadanya.
Biasanya, sabar dalam menghadapi musibah jenis yang pertama lebih mudah daripada sabar dalam menghadapi musibah jenis yang kedua. Karena musibah yang pertama, tidak ada jalan lain untuk menghadapinya kecuali dengan pasrah dan sabar. Jika seorang hamba kemudian berfikir tentang segala hikmah dan kebaikan yang dikandung dari musibah tersebut, sehingga ia memiliki sikap ridha dan senang, maka musibah tersebut berubah menjadi nikmat.
Adapun sabar dalam menghadapi jenis musibah yang kedua, ia lebih sulit karena hati akan dipenuhi oleh keinginan untuk membalas perlakuan buruk orang lain tersebut. Karena jiwa tidak suka dikalahkan dan suka dendam. Oleh karena itulah sabar dalam kondisi ini sangat sulit, tidak ada yang mampu melakukannya kecuali para nabi dan para shiddiqqin (orang-orang yang benar dan jujur dalam keimanannya)
Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika beliau disakiti oleh orang-orang kafir beliau berucap,
يرحم الله موسى، لقد أوذي بأكثر من هذا فصبر
 “Semoga Allah merahmati Musa, ia telah disakiti lebih dari ini dan ia bersabar.” (HR Bukhari Muslim)
Beliau juga mengabarkan tentang salah seorang nabi yang dipukul oleh kaumnya, namun ia berkata,
اللهم اغفر لقومي فإنهم لا يعلمون
“Ya Allah ampunilah kaumku, sesungguhnya mereka tidak mengetahui.” (HR Bukhari Muslim)
Begitupun perkataan ini diucapkan oleh Nabi dalam suatu kesempatan ketika beliau mendapatkan perlakukan buruk kaumnya. Maka, beliau mensikapinya dengan tiga hal: (1) memaafkan mereka, (2) memohon ampun untuk mereka, dan (3) memberi uzur dengan ketidaktahuan.
Sabar jenis ini akan mendatangkan akibat yang sangat dahsyat; yaitu pertolongan, petunjuk, kesenangan, rasa aman, kekuatan, tambahan cinta Allah, cinta manusia dan tambahan ilmu. Oleh karena itu Allah berfirman (yang artinya):
“Dan kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika mereka sabar. dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami.” (QS. As Sajdah [32]: 24) dengan sabar dan yakin, akan didapatkan kepemimpinan dalam agama.
Allah juga berfirman (yang artinya):
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah Telah menjadi teman yang sangat setia.” (QS. Fushilat [41]: 34)
[Disarikan dari “Qaa`datun Fish Shabri”, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –rahimahullah-, “Jaami’ul Masaa`il, hal. 165-167]

Tidak ada komentar: