1. Muadz
bin Jabal ra berkata, “Wahai manusia, raihlah ilmu sebelum ilmu
tersebut diangkat! Ingatlah bahwa diangkatnya ilmu itu dengan wafatnya
ahli ilmu. Hati-hatilah kamu terhadap bid’ah tanaththu’ (melampaui
batas). Berpegang teguhlah pada urusan kamu yang terdahulu (berpegang
teguhlah pada al-Qur’an dan as-Sunnah).” (Al-Bida’wan Nahyu ‘Anha oleh
Ibnu Wadhdhah no.65)
2. Hudzaifah
bin al-Yaman ra berkata, “Setiap ibadah yang tidak pernah dilakukan
oleh Sahabat Rasulullah saw sebagai ibadah, maka janganlah kamu lakukan!
Karena generasi pertama itu tidak memberikan kesempatan kepada generasi
berikutnya untuk berpendapat (dalam masalah agama). Bertakwalah kepada
Allah wahai para qurra’ (ahlul qira’ah) dan ambillah jalan orang-orang
sebelum kami!” (Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam kitabnya
al-Ibaanah)
3. Abdullah
bin Mas’ud ra berkata, “Barangsiapa mengikuti jejak (seseorang) maka
ikutilah jejak orang-orang yang telah wafat, mereka adalah para Sahabat
Muhammad saw. Mereka adalah sebaik-baik ummat ini, paling baik hatinya,
paling dalam ilmunya dan paling sedikit berpura-pura. Mereka adalah
suatu kaum yang telah dipilih Allah untuk menjadi sahabat Nabi-Nya saw
dan menyebarkan agamanya, maka berusahalah untuk meniru akhlak dan cara
mereka. Karena mereka telah berjalan diatas petunjuk yang lurus.
(Dikeluarkan oleh al-Baghawi dalam kitab Syarhus Sunnah (I/214) dan Ibnu
‘Abdil Baar dalam kitabnya Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlih (II/947
no.1810), tahqiq Abul Asybal Samir az-Zuhairi.)
Dan juga beliau saw, berkata, “Hendaklah
kalian mengikuti dan janganlah kalian berbuat bid’ah. Sungguh bagi
kalian telah cukup, berpegang teguhlah pada urusan yang terdahulu
(maksudnya al-Qur’an dan as-Sunnah)” (Diriwayatkan oleh ad-Darimi
(I/69), al-Lalika –I dalam Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal
Jama’ah (I/96 no.104), at-Thabrani fil Kabir no.8770, dan Ibnu Baththah
dalam al-Ibaanah no.175).
4. ‘Abdullah
bin ‘Umar ra berkata, “Senantiasa manusia berada diatas jalan (yang
lurus) selama mereka mengikuti atsar” (Dikeluarkan oleh Imam al-Lalika-I
dalam kitabnya Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah no.101.
Dan
beliau juga berkata, “Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia
mengaggapnya baik” (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam al-Madkhal ila
as-Sunan al-Kubra (I/180) no.191, Ibnu Baththah dalam al-Ibaanah no.205 dan al-Lalika-I dalam Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah).
5. Sahabat
yang mulia Abu Darda’ ra berkata, “Kamu tidak akan tersesat selama kamu
mengikuti atsar.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam kitabnya
al-Ibaanah no.232.
6. Amirul
Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib ra berkata, “Seandainya agama itu
(berdasarkan) pemikiran, maka pasti bagian bawah sepatu khuf lebih utama
untuk diusap daripada bagian atasnya. Akan tetapi saya melihat
Rasulullah saw mengusap bagian atasnya.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi
Syaibah dalam Kitab al-Mushannaf dan dengan lafazh yang hampir sama
dikeluarkan oleh Abu Dawud no.162, ad-Daraquthni
7. Abdullah
bin Amr bin Ash ra berkata, “Tidak ada suatu bid’ah yang dilakukan
melainkan bid’ah tersebut semakin bertambah banyak. Dan tidak ada suatu
sunnah yang dicabut melainkan sunnah tersebut bertambah jauh.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam kitabnya al-Ibaanah no.227 dan
al-Lalika-I dalam Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah
no.128.)
8. Dari
Abis bin Rabi’ah berkata : “Saya melihat Umar bin al-Khaththab ra
mencium Hajar Aswad seraya berkata :“Sesungguhnya saya mengetahui bahwa
kamu adalah sebuah batu yang tidak dapat memberi mudharat maupun
manfaat. Senadainya saya tidak melihat Rasulullah saw meniummu pasti
saya tidak menciummu.” (HR. al-Bukhari no.1597 dan Muslim no.1270 (248)
dari Sahabat Umar bin al-Khaththab.)
9. Khalifah
yang adil ‘Umar bin Abdul Aziz ra berkata, “Berhentilah kamu di mana
para Sahabat berhenti (dalam memahami nash), karena mereka berhenti
berdasarkan ilmu dan dengan penglihatan yang tajam mereka menahan
(diri). Mereka lebih mampu untuk menyingkapnya dan lebih patut dengan
keutamaan. Seandainya hal tersebut ada di dalamnya. Jika kamu katakan,
‘Terjadi (suatu bid’ah) setelah mereka. Maka tidak diada-adakan kecuali
oleh orang yang menyelisihi petunjuknya dan membeci sunnah. Sungguh
mereka telah menyebutkan dalam petunjuk itu apa yang melegakan (dada)
dan mereka sudah membicarakannya dengan cukup. Maka apa yang diatas
mereka, adalah orang yang melelahkan diri. Dan apa yang dibawahnya,
adalah orang meremehkan. Sungguh ada suatu kaum yang meremehkan mereka,
lalu mereka menjadi kasar. Dan ada pula yang melebihi batas mereka, maka
mereka menjadi berlebih-lebihan. Sungguh para sahabat itu, diantara
kedua jalan itu (sikap meremehkan dan berlebih-lebihan), tentu diatas
petunjuk yang lurus.” (Disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam kitabnya
Lum’atul I’tiqadil Hadi Ila Sabilir Rasyad yang disyarah oleh Syaikh
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin hal.41 cet.Maktabah Adhwa-us Salaf, th.
1415 H.
10. Imam
al-Auza’i ra berkata, “Hendaklah engakau berpegang dengan atsar orang
pendahulu (Salaf) meskipun orang-orang menolakmu dan jauhkanlah dirimu
dari pendapat para tokoh meskipun ia hiasi pendapatnya dengan perkataan
yang mudah, sesungguhnya hal itu akan jelas sedang kamu berada diatas
jalan yang lurus. (Dikeluarkan oleh al-Khatib dalam kitab Sarah Ashhabul
Hadits. (Imam al-Ajurry dalam as-Syari’ah (I/445) no.127 dishahihkan
oleh al-Albani dalam Mukhtashar al-Uluw lil mam adz-Dzahabi hal.138,
Siyar A’laamin Nubalaa’ (VII/120) dan Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi
(II/1071) no.2077)
11. Ayub
as-Sakhtiyani ra berkata, “Tidaklah Ahlul Bid’ah itu bertambah
sungguh-sungguh (dalam bid’ahnya), melainkan semakin bertambah pula
kejauhannya dari Allah” (Dikeluarkan oleh Ibnu Wadhdhah dalam
al-Bida’wan Nahyu Anha no.70
12. Hasan
bin Athiyyah ra berkata, “Tidaklah suatu kaum berbuat bid’ah dalam
agamanya melainkan tercabut dari sunnah mereka seperti itu pula.
(dikeluarkan oleh al-Lalika-I dalam Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah
wal Jama’ah no.129.)
13. Muhammad
bin Sirin ra berkata, “Orang salaf pernah mengatakan : “Selama
seseorang berada diatas atsar, maka pastilah dia diatas jalan (yang
lurus). (Dikeluarkan oleh al-Lalika-I dalam Syarah Ushuul I’tiwaad Ahlis
Sunnah wal Jama’ah no.109 dan Ibnu Baththah dalam kitabnya al-Ibaanah
no.241.
14. Sufyan
ats-Tsauri ra berkata : “Perbuatan bid’ah lebih dicintai oleh iblis
daripada kemaksiatan dan pelaku kemaksiatan masih mungkin dia untuk
bertaubat dari kemaksiatannya sedangkan pelaku bid’ah sulit untuk
bertaubat dari bid’ahnya”. (Dikeluarkan oleh al-Baghawi dalam kitab
Syarhus Sunnah dan al-Lalika-I dalam Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah
wal Jama’ah no.238)
15. Abdullah
bin al Mubarak ra berkata, “Hendaknya kamu bersandar pada atsar dan
ambillah pendapat yang dapat menjelaskan hadits untukmu.” (Dikeluarkan
oleh al-Bahawi dalam kitab sunan al-Kubra)
16. Imam
asy-Syafi’i ra berkata, “Semua masalah yang telah saya katakan tetapi
bertentangan dengan sunnah, maka saya rujuk saat hidupku dan setelah
wafatku.” (Dikeluarkan oleh al Khatib dalam kitab al-Faqih wal
Mutafaqqih dan tercantum juga dalam Manaaqib asy Syafi’i, (I/473) dan
Tawali at-Tas’sis hal.93).
Rabi’
bin Sulaiman berkata : “Imam asy-Syafi’I pada suatu hari meriwayatkan
hadits, lalu seseorang berkata kepada beliau : ‘Apakah kamu mengambil
hadits ini wahai Abu ‘Abdillah?’ Beliau menjawab : “Bilamana saya
meriwayatkan suatu hadits yang shahih dari Rasulullah saw lalu saya
tidak mengambilnya, maka saya bersaksi di hadapan kalian bahwa akalku
telah hilang” (Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam kitabnya al-Ibaanah
dan tercantum juga dalam Adab asy-Syafi’I hal. 67, al-Manaaqib
asy-Syafi’i, (I/474) dan Hilyah al-Auliya (IX/106).
17. Dari
Nuh al Jaami’ berkata : Saya bertanya kepada Abu Hanifah ra : Apakah
yang Anda katakan terhadap perkataan yang dibuat-buat oleh orang-orang,
seperti A’radh dan Ajsam” beliau menjawab “Itu adalah perkataan
orang-orang ahli filsafat. Berpegang teguhlah pada atsar dan jalan orang
salaf. Dan waspadalah terhadap segala sesuatu yang diada-adakan, karena
hal tersebut adalah bid’ah” (Dikeluarkan oleh al Khatib dalam kitab
al-Faqih wal Mutafaqqih. Lihat manhaj Imam asy-Syafi’I fii Itsbaatil
‘Aqiidah (I/75) oleh Dr. Muhammad bin ‘Abdul Wahhab al-Aqill.)
18. Imam
Malik bin Anas ra berkata, “Sunnah itu bagaikan bahtera Nabi Nuh.
Barangsiapa mengendarainya niscaya dia selamat. Dan barangsiapa
terlambat dari bahtera tersebut pasti dia tenggelam.”
Dan
beliau juga berkata, “Seandainya ilmu kalam itu merupakan ilmu, niscaya
para sahabat dan Tabi’in berbicara tentang hal itu sebagaimana mereka
bicara tentang hukum dan syari’at, akan tetapi ilmu kalam itu bathil
yang menujukkan kepada kebathilan.
Dari
Ibnu Majisyuun, dia berkata : “Saya mendengar Malik berkata:
“Barangsiapa berbuat suatu bid’ah dalam Islam lalu ia menganggapnya
sebagai suatu ebaikan, berarti ia telah menyangka bahwa Muhammad saw
telah berkhianat terhadap risalah. Karena llah telah berfirman: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu…” Maka apa-apa yang saat itu tidak merupakan agama, maka pada saat ini juga tidak merupakan agama”
19. Imam
Ahmad bin Hanbal ra, Imam Ahlus Sunnah berkata :Pokok Sunnah menurut
kami (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) adalah : Berpegang teguh pada apa yang
dilakukan oleh para Sahabat Rasulullah saw dan mengikuti mereka serta
meninggalkan bid’ah. Segala bid’ah itu adalah sesat.
20. Dari
al-Hasan al-Bashri ra berkata : “Seandainya seseorang mendapatkan
generasi Salaf yang pertama kemudian dia yang dibangkitkan (dari
kuburnya) pada hari ini, dimana orang tersebut tidak mengenal tentang
Islam dan beliau shalat saja “Kemudian berkata “Demi Allah, tidaklah
yang demikian itu merupakan suatu bentuk keterasingan bagi setiap orang
yang hidup dan dia tidak mengetahui tentang generasi Salafush Shalih,
Lalu ia melihat orang ahlul bid’ah mengajak kepada bid’ahnya dan melihar
orang ahli dunia menyeru kepada dunianya. Lalu orang (yang dalam
keterasingan itu) dipelihara oleh Allah dari firnah tersebut. Allah
jadikan hatinya rindu kepada Salaush Shalih itu, ia bertanya tentang
halan mereka, menapaki jekak mereka, dan mengkuti jalan mereka, maka
pasti Allah akan memberikan kepdanya pahala yang besar. Oleh karena itu,
jadilah kalian seperti itu inya Allah.
21. Alangkah
indahnya ungkapan orang seorang laim yang mengamalkan ilmunya yaitu al
Fudhail bin ‘Iyadh ra berkata : “Ikutilah jalan-jalan kebenaran itu,,
dan jangan hiraukan walaupun sedikit orang yang mengikutinya !
jauhkanlah dirimu dari jalan-jalan kesesatan dan janganlah terpesona
dengan banyaknya orang yang menempuh jalan kebinasaan!”
22. Abdullah
bin Umar ra berkata kepada seorang yang bertanya kepada beliau tentang
suatu perkara, lalu orang tersebut berkata : “sesungguhnya ayahmu telah
melarangnya. Lalu Abdullah menjawab :“Apakah perintah Rasulullah saw
yang lebih berhak untuk diikuti ataukah perintah ayahku?”
Abdullah
bin Umar ra Sahabat yang laing keras dalam menentang segala macam
bid’ah dan beliau sangat senang dalam mengikuti as-Sunnah. Pada suatu
saat beliau mendengar seseorang bersin dan berkata: “Alhamdulillah
washaltu wasalmu ala Rasulillah”. Lalu bacalah shalawat Abdullah bin
Umar :“Bukan demikian rasulullah saw mengajari kita, akan tetapi beliau
bersabda: Jika salah satu diantara kamu bersin, maka pujilah Allah
(dengan mengucapkan) : alhamdulillah, dan beliau tidak mengatakan : Lalu
bacalah shalwat kepada Rasulullah!”
23. Abdullah bin Abbas ra berkata kepada orang yang menentang sunnah dengan ucapan Abu Bakar dan Umar ra.,
“Nyaris turun hujan batu dari langit atas kamu; saya berkata kepadamu:
Rasulullah saw bersabda sedang kamu berkata (tapi) Abu Bakar dan Umar
berkata.
Sungguh
benar Abdullah bin Abbas saw dalam mensifati Ahlus Sunnah dimana beliau
mengatakan : “Melihat kepada seorang dari Ahlus Sunnah, itu dapat
mendorong kepada as-Sunnah dan mencegah dari bid’ah”.
24. Sufyan
ats-Tsauri ra berkata : “Jika sampai kepadamu kabar tentang seseorang
dibelahan tirumu bumi bahwa dia Ahlus Sunnah, maka kirimkanlah salam
kepadanya; karena Ahlus Sunnah itu sedikit jumlahnya.”
25. Ayub
as-Sakhtiyani ra berkata, “Sesungguhnya jika saya dikabari tentang
kematian seorang dari Ahlus Sunnah, maka seakan-akan aku merasa
kehilangan sebagian organ tubuhku.”
26. Ja’far
bin Muhammad berkata : “Saya pernah mendengar Qutaibah ra berkata :
‘Jika kamu melihat orang yang mencintai Ahlus Hadits seperti : Yahya bin
Said, Abdurrahman bin Madi, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahawaih …. Dan
lain-lain, maka dialah Ahlus Sunnah. Dan barang siapa menyelisihi
mereka, maka ketahuilah sesungguhnya dia adalah mubtadi’ (Ahlul bid’ah).
27. Ibrahim
an Nakha’i ra berkata : “Seandainya para sahabat Muhammad saw mengusap
kuku, pasti saya tidak membasuhnya; untuk mencari keutamaan dalam
mengikuti mereka”.
28. Abdullah
bin Mubarak ra berkata : “Ketahuilah wahai saudaraku bahwa kematian
seorang Muslim untuk bertemu Allah diatas sunnah pada hari ini merupakan
suatu kehormatan, lalu (kita ucapkan) ; Innaa illahi Wainnaa Ilaihi
Rajiun’ (sesungguhnya kita adalah milik Allah dan sesungguhnya kita akan
kembali kepada-Nya), maka kepada Allah-lah kita mengadu atas kesepian
diri kita, kepergian saudara, sedikitnya penolong dan munculnya bid’ah.
Dan kepada Allah pulalah kita mengadu atas beratnya cobaan yang menimpa
pada ummat ini berupa kepergian para ulama dan Ahlus Sunnah serta
munculnya bid’ah.”
29. Al-Fudhail
bin ‘Iyad ra berkata : “Sesungguhnya Allah mempunyai hamba-hamba yang
dengan mereka Dia menghidupkan negeri, mereka adalah Ashhabus Sunnah.”
(Diriwayatkan oleh Imam al-Lalika-i dalam kitabnya Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah no.51)
30. Alangkah
benarnya perataan dan sebutan Imam asy-Syafi’I ra terhadap Ahlus
Sunnah, seraya berkata : “Jika aku melihat seseorang dari ashhabhl
haduts (ahli hadits), maka seakan-akan aku melihat seseorang dari
Sahabat Rasulullah saw”
31. Imam
Malik bin Anas ra telah meletakkan suatu kaidah yang agung yang
meringkas semuayang telah kami sebutkan di atas dari ucapan para imam
dalam ungkapannya : “Tidak akan dapat memperbaki generasi akhir dari
ummat ini kecuali apa yang telah dapat memperbaiki generasi terdahulu.
Maka apa yang pada saat itu bukan merpakan agama, demikian pula tidak
dianggap agama pada hari ini.”
Itulah
ucapan sebagian para Imam Salafush Shalih dari Ahlus Sunnah wal
Jama’ah. Mereka adalah orang yang palingsuka memberikan nasehat kepada
manusia, yang paling baik bagi ummatnya dan yang paling mengerti dengan
kemaslahatan dan petunjuk bagi manusia. Dimana mereka itu berwasiat agar
berpegang teguh pada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya saw,
memperingatkan dari perkara yang diada-adakan dan bid’ah dan mengabarkan
seperti Nabi saw mengajari mereka bahwa jalan keslamatan adalah dengan
berpegang teguh pada sunnah Nabi saw dan petunjuknya.
Sumber: Diadaptasi dari Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari, Al-Wajiiz fii Aqiidatis Salafis Shaalih (Ahlis Sunnah wal Jama'ah), atau Intisari Aqidah Ahlus Sunah wal Jama'ah), terj. Farid bin Muhammad Bathathy (Pustaka Imam Syafi'i, cet.I), hlm.237 – 251.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar