Jumat, 29 Maret 2013

Tata Cara Sujud Sahwi.


Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Sujud sahwi adalah suatu istilah untuk dua sujud yang dikerjakan oleh
orang yang shalat, fungsinya untuk menambah celah-celah yang kurang
dalam shalatnya karena lupa.
Adapun cara sujud sahwi adalah mengucapkan takbir lalu sujud sebanyak dua kali, dan doa yang dibaca adalah sebagimana doa sujud dalam sholat, kemudian takbir lalu salam.
Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang harus mengerjakan sujud sahwi
ada tiga macam : penambahan, pengurangan dan ragu-ragu
1. Penambahan
Apabila seorang yang shalat menambah shalatnya, baik menambah berdiri,
duduk, rukuk atau sujud secara sengaja, maka shalatnya batal (tidak
sah). Jika dia melakukannya karena lupa dan dia tidak ingat bahwa dia
telah menambah shalatnya hingga selesai shalat, maka dia tidak terkena
beban apa pun kecuali hanya mengerjakan sujud sahwi, sedangkan shalatnya
tetap sah. Tetapi jika dia telah menyadari adanya tambahan tersebut di
saat dia masih mengerjakan shalat, maka dia wajib kembali kepada posisi
yang benar, lalu mengerjakan sujud sahwi, dan shalatnya tetap sah.
Sebagai contoh
Ada seseorang telah mengerjakan shalat dzuhur 5 (lima) rakaat, tetapi
dia baru mengingatnya kembali setelah posisi tasyahud (akhir), maka dia
harus menyempurnakan tasyahudnya (terlebih dahulu), lalu salam, kemudian
baru sujud sahwi dan salam lagi.
Jika dia baru mengingatnya kembali setelah salam, maka dia harus segera
mengerjakan sujud sahwi dan salam lagi. Tetapi jika dia mengingatnya di
saat masih mengerjakan rakaat yang ke lima, maka dia harus segera duduk
pada saat itu juga, lalu bertasyahud dan salam, kemudian sujud sahwi dan
salam lagi.
Dalilnya ada hadits Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu [1]
“Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat dzuhur 5
(lima) rakaat. Maka ada yang bertanya kepada beliau : “Apakah shalat
sengaja ditambah? Beliau menjawab : “Memangnya apa yang terjadi?”
Kemudian mereka (para sahabat) menjawab: “Anda telah mengerjakan shalat
(dzuhur) lima rakaat. “Maka beliau langsung sujud dua kali kemudian
salam”
Dalam riwayat lain disebutkan : “Maka beliau langsung melipat kedua
kakinya dan menghadap kiblat, kemudian sujud dua kali dan salam” [HR
Al-Jama’ah] [2]
Salam Sebelum Sempurna Shalat
Salam sebelum sempurna (selesai) shalat, juga termasuk penambahan dalam
shalat [3]. Oleh karena itu, apabila seorang yang shalat dengan sengaja
salam sebelum selesai shalat, maka shalatnya batal.
Jika dia mengerjakannya karena lupa dan dia baru mengingatnya kembali
setelah rentang waktu yang lama, maka dia harus mengulangi shalatnya.
Tetapi jika dia telah mengingatnya kembali hanya dalam rentang waktu
beberapa saat saja, seperti dua atau tiga menit, maka dia hanya perlu
menyempurnakan shalatnya saja dan salam, kemudian baru sujud sahwi dan
salam lagi.
Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu.
“Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat zhuhur
atau ashar bersama para sahabatnya. Tetapi baru dua rakaat, beliau telah
salam. Maka orang-orangpun bergegas keluar dari pintu-pintu masjid
seraya mengatakan : “Shalat telah diqashar (diringkas)”. Sementara Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dan berjalan mendekati sebatang
kayu yang berada di dalam masjid, lalu beliau menyandarkan diri
kepadanya seakan-akan beliau sedang marah. (Melihat hal itu), maka ada
seorang laki-laki lalu berdiri seraya mengatakan : Wahai Rasulullah,
apakah engkau lupa atau memang sengaja mengqashar shalat? Beliau
menjawab: “Aku tidak lupa dan tidak pula berniat mengqasharnya”.
Laki-laki tadi menegaskan : “Benar, sungguh Anda telah lupa”. Kemudian
beliau menanyakan hal itu kepada para sahabatnya yang lain: “Benarkah
apa yang dikatakannya?” Mereka menjawab :benar. Maka Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam kemudian maju ke depan, lalu beliau menyempurnakan
rakaat shalat yang belum dikerjakannya kemudian salam. Selanjutnya
beliau sujud dua kali kemudian salam lagi” [Mutafaqun Alaihi] [4]
Apabila seorang imam telah salam sebelum sempurna shalatnya, sedangkan
di antara para makmum ada orang-orang yang masbuk (belum mengerjakan
beberara raka’at shalatnya), maka mereka harus bangkit untuk
menyempurnakan shalatnya yang tertinggal tadi. Namun bila kemudian imam
tersebut ingat kembali bahwa shalatnya kurang lengkap, lalu dia bangkit
untuk menyempurnakan shalatnya, dalam kondisi seperti ini, maka bagi
para makmum yang telah menyempurnakan shalatnya yang tertinggal tadi
diberikan dua pilihan. Dia boleh berasumsi bahwa mereka telah
menyempurnakan shalatnya, lalu hanya mengerjakan sujud sahwi atau mereka
kembali bersama imam dan mengikutinya lagi. (Jika pilihan kedua ini
yang mereka pilih), maka bila imam telah salam lagi, mereka harus
kembali lagi menyempurnakan shalatnya yang tertinggal tadi, kemudian
setelah salam baru mengerjakan sujud sahwi. Hal ini lebih utama dan
lebih berhati-hati
2. Pengurangan
Pengurangan dalam mengerjakan shalat ada beberapa macam, di antaranya
adalah sebagai berikut:
A. Kekurangan Rukun-Rukun Dalam Shalat
Apabila seorang yang shalat mengurangi (tidak mengerjakan) salah satu
rukun shalat, jika yang kurang tadi adalah takbiratul ihram, maka tidak
ada shalat baginya, baik ketika dia meninggalkannya karena sengaja
maupun karena lupa, sebab shalatnya belum dianggap dimulai.
Jika yang kurang tadi bukan takbiratul ihram, dia sengaja
meninggalkannya, maka shalatnya batal.
Tetapi jika dia meninggalkannya karena lupa, bila dia telah sampai pada
rakaat kedua maka dia harus membiarkan rukun shalat yang tertinggal tadi
dan mengerjakan rakaat berikutnya sebagaimana posisinya. Tetapi jika
dia belum sampai pada rakaat kedua, maka dia wajib mengulangi kembali
rukun shalat yang tertinggal tadi, kemudian menyempurnakannya dan
rukun-rukun setelahnya. Dalam kedua kondisi ini, maka dia wajib
mengerjakan sujud sahwi setelah salam.
Sebagai contoh.
Misalnya seorang lupa tidakl mengerjakan sujud kedua pada rakaat
pertama, kemudian dia baru mengingatnya pada saat dia sedang duduk di
antara dua sujud pada rakaat kedua, maka dia harus membiarkan rakaat
pertama yang telah dikerjakannya tadi lalu melanjutkan rakaat kedua
sebagaimana mestinya. Sedangkan rakaat yang telah dia kerjakan tadi,
telah dianggap sebagai rakaat pertama dan dia tinggal menyempurnakan
shalatnya. Setelah itu salam, dilanjutkan sujud sahwi dan salam lagi.
Kasus lain.
Misalnya seseorang lupa tidak mengerjakan sujud kedua dan duduk sebelum
sujud pada rakaat pertama, kemudian dia baru mengingatnya kembali
setelah berdiri dari rukuk (I’tidal) pada rakaat kedua, maka dia harus
kembali duduk dan sujud, kemudian baru menyempurnakan shalatnya dan
salam. Kemudian sujud sahwi dan salam lagi.
B. Adanya Kekurangan Dalam Hal-Hal Yang Diwajibkan Dalam Shalat
Apabila seorang yang shalat dengan sengaja tidak mengerjakan salah satu
dari hal-hal yang diwajibkan dalam shalat, maka shalatnya batal.
Jika dia mengerjakannya karena kelupaan, kemudian dia baru mengingatnya
kembali sebelum mengerjakan kewajiban kewajiban shalat yang lainnya,
maka dia harus menyempurnakan kewajiban yang kelupaan tadi dan dia tidak
terkena beban apapun.
Jika dia baru mengingatnya kembali setelah tidak pada posisinya tetapi
belum sampai pada rukun shalat berikutnya, maka dia harus kembali dan
mengerjakan kewajiban shalat yang terlupakan tadi, kemudian baru
menyempurnakan shalatnya dan salam. Setelah itu hendaknya dia bersujud
sahwi dan salam lagi.
Tetapi jika dia baru mengingatnya setelah sampai pada rukun shalat
berikutnya, maka gugurlah dan dia tidak boleh kembali untuk mengerjakan
rakaat yang terlupakan tadi, kemudian dia diharuskan melanjutkan
shalatnya dan mengerjakan sujud sahwi sebelum salam.
Sebagai contoh
Misalnya seseorang langsung bangkit dari sujud kedua pada rakaat kedua
untuk mengerjakan rakaat ketiga karena lupa (tidak ingat) tasyahud awal,
tetapi kemudian dia mengingatnya sebelum berdiri, maka dia harus tetap
duduk dan mengerjakan tasyahud awal, kemudian menyempurnakan shalatnya
dan dia tidak terkena beban apapun.
Jika dia baru mengingatnya kembali setelah bangkit, tetapi belum sampai
berdiri dengan sempurna, maka dia harus kembali, lalu duduk dan
mengerjakan tasyahud, kemudian menyempurnakan shalatnya dan salam.
Kemudian sujud sahwi dan salam lagi.
Tetapi jika dia baru mengingatnya kembali setelah berdiri dengan
sempurna, maka gugurlah kewajiban baginya untuk mengerjakan tasyahud
yang terlupakan tadi dan dia tidak boleh kembali untuk mengerjakan
tasyahud tersebut. Selanjutnya dia hanya tinggal menyempurnakan
shalatnya dan mengerjakan sujud sahwi sebelum salam.
Dalilnya adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan
lain-lainnya [5] dari Abdullah bin Buhainah Radhiyallahu a’nhu.
“Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat zhuhur
bersama para sahabat,kemudian beliau langsung berdiri pada rakaat kedua
yang pertama dan beliau tidak duduk (yakni tasyahud awal), maka
orang-orang pun juga ikut berdiri bersama beliau hingga shalat usai.
Kemudian semua orang menunggu-nunggu beliau salam, tetapi beliau
bertakbir lagi padahal beliau sedang duduk, kemudian beliau bersujud dua
kali sebelum salam, kemudia setelah itu baru beliau salam”
3. Ragu-Ragu
Asy-Syak adalah keraguan antara dua perkara, mana diantara keduanya yang
benar.
Ragu-ragu yang tidak perlu dihiraukan dalam semua ibadah adalah dalam
tiga kondisi.
1. Apabila keraguan itu hanya berupa angan-angan belaka yang tidak
nyata, seperti perasaan was-was.
2. Apabila seseorang sering sekali dihinggapi perasaan ragu-ragu,
sehingga setiap kali dia ingin melaksanakan suatu ibadah pasti akan
ragu-ragu.
3. Apabila keragu-raguan itu muncul setelah melaksanakan suatu ibadah.
Maka dia tidak perlu menghiraukan perasaan ragu-ragu tersebut selama
perkaranya belum jelas dan dia harus mengerjakan sesuai dengan apa yang
diyakininya.
Sebagai contoh
Misalnya seseorang telah mengerjakan shalat zhuhur. Tetapi setelah
selesai mengerjakan shalat dia merasa ragu-ragu, apakah dia shalat tiga
rakaat atau empat rakaat. Maka dia tidak perlu menggubris perasaan
ragu-ragu ini kecuali bila dia telah merasa yakin bahwa dia memang
shalat tiga rakaat. Apabila dia tahu bahwa shalatnya tiga rakaat, maka
dia harus menyempurnakan shalatnya jika rentang waktu (dengan shalatnya
tadi) masih berdekatan, lalu salam, kemudian sujud sahwi dan salam lagi.
Tetapi jika dia baru mengingatnya kembali setelah terpaut waktu yang
lama, maka dia harus mengulangi kembali shalatnya.
Sedangkan merasa ragu selain dalam tiga kondisi tersebut, maka perlu
dipertimbangkan (diperhatikan).
Ragu-ragu dalam shalat tidak akan terlepas dari dua kondisi dibawah ini.
1. Dia bisa menentukan salah satu yang lebih rajih (kuat/benar) di
antara dua perkara, maka dia harus mengerjakan apa yang menurutnya lebih
rajih tersebut, kemudian menyempurnakan shalatnya dan salam, kemudian
sujud sahwi dan salam lagi.
Sebagai contoh
Misalnya seseorang sedang mengerjakan shalat zhuhur, kemudian dia merasa
ragu-ragu dalam salah satu rakaatnya, apakah ia berada di rakaat kedua
atau ketiga. Jika perkiraannya lebih condong bahwa itu rakaat ketiga,
maka dia harus menganggapnya sebagai rakaat ketiga dan setelah itu dia
tinggal menambah satu rakaat lagi dan salam, kemudian sujud sahwi dan
salam lagi.
Dalilnya adalah sebuah hadits yang disebutkan dalam Ash-Shahahain dan
yang lain, dari hadits Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Apabila salah seorang di antara kalian merasa ragu dalam shalatnya,
maka hendaklah dia menentukan sendiri yang menurutnya benar, lalu
menyempurnakan dengan pilihannya tadi dan salam, kemudian sujud dua
kali” [Ini adalah lafazh Al-Bukhari] [6]
2. Dia tidak bisa menentukan salah satu yang lebih rajih di antara dua
perkara tersebut, maka minimal dia mengerjakan sesuai dengan apa yang
diyakininya. Kemudian menyempurnakan shalatnya sesuai dengan yang
diyakininya tadi, lalu sebelum salam sujud sahwi, kemudian baru salam.
Sebagai contoh.
Misalnya seseorang sedang mengerjakan shalat Ashar, kemudian dia merasa
ragu dalam salah satu rakaat, apakah itu rakaat kedua atau ketiga dan
dia tidak memiliki perkiraan yang paling mungkin, rakaat kedua atau
ketiga. Maka dia harus menganggapnya sebagai rakaat kedua, kemudian
mengerjakan tasyahud awal, dan setelah itu dia tinggal mengerjakan dua
rakaat lagi, kemudian sujud sahwi dan salam.
Dalilnya adalah sebuah hadits yangb diriwayatkan oleh Muslim [7] dari
Abu Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda.
“Apabila salah seorang di antara kalian merasa ragu dalam shalatnya dan
dia tidak tahu berapa rakaat dia shalat, tiga atau empat rakaat, maka
hendaknya dia membuang keraguan tersebut dan hendaknya dia mengerjakan
sesuai dengan apa yang diyakininya, kemudian sujud dua kali sebelum
salam. Jika dia ternyata shalat lima rakaat, maka shalatnya tersebut
akan menjadi syafaat baginya, sedangkan jika ternyata dia shalat tepat
empat rakaat, maka kedua sujudnya bisa membuat marah syetan”.
Sebagai contoh.
Apabila seseorang datang, sedangkan imam baru mengerjakan rukuk, maka
dia harus segera mengerjakan takbiratul ihram dan bediri dengan
sempurna, kemudian baru rukuk. Pad saat seperti itu, maka dia tidak akan
terlepas dari tiga kondisi.
1. Dia benar-benar merasa yakin bahwa dia telah mendapatkan rukuk
bersama imam sebelum imam tersebut bangkit dari rukuknya, sehingga dia
dikategorikan telah mendapat satu rakaat dan gugur kewajiban membaca
surat al-fatihah.
2. Dia benar-benar merasa yakin bahwa imam tersebut telah bangkit dari
rukuknya sebelum dia mendapatkannya, sehingga dia dikategorikan tidak
mendapatkan rakaat tersebut
3. Dia merasa ragu-ragu, apakah dia telah mendapatkan rukuk bersama imam
sehingga dia dikategorikan telah mendapatkan satu rakaat atau imam
tersebut telah bangkit dari rukuknya sebelum dia menjumpainya, sehingga
dia dikategorikan tidak mendapatkan satu rakaat. Jika dia bisa
menentukan mana yang lebih rajih antara dua perkara tersebut, maka dia
harus mengerjakan sesuai dengan apa yang menurutnya lebih rajah tadi,
lalu menyempurnakan shalatnya dan salam, kemudian sujud sahwi dan salam
lagi. Kecuali jika dia tidak meninggalkan salah satu dari hal-hal yang
diwajibkan dalam shalat, maka dia tidak perlu mengerjakan sujud sahwi.
Jika dia tidak bisa menentukan mana yang lebih rajah antara kedua
perkara tersebut, maka dia harus mengerjakan sesuai dengan apa yang
diyakininya (yakni dia tidak mendapatkan rakaat tersebut), lalu dia
harus menyempurnakan shalatnya dan sujud sahwi sebelum salam, kemudian
baru salam.
Faedah
Apabila seseorang merasa ragu-argu dalam shalatnya, maka dia harus
mengerjakan sesuai dengan apa yang diyakininya atau yang menurutnya
lebih rajih sebagaimana yang telah dijelaskan secara mendetail di atas.
Namun bila akhirnya dia yakin bahwa apa yang dikerjakannya itu ternyata
sesuai dengan kenyataan, tidak menambah ataupun mengurangi, maka menurut
pendapat madzhab yang popular dia telah gugur kewajiban (tidak perlu
lagi) mengerjakan sujud sahwi karena factor yang mengharuskan dia harus
mengerjakan sujud sahwi yaitu keragu-raguan sudah tidak ada lagi.
Tetapi ada pula yang berpendapat bahwa dia belum gugur mengerjakan sujud
sahwi untuk membuat syetan marah, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam.
“.. Sedangkan jika ternyata shalatnya tepat empat rakaat, maka kedua
sujud tersebut membuat marah syetan” [8]
Disamping itu, karena ada sebagian dari shalatnya yang dikerjakan dengan
perasaan ragu-ragu. Inilah pendapat yang lebih rajih (kuat).
Sebagai contoh.
Misalnya seseorang sedang mengerjakan shalat, kemudian timbullah
keraguan dalam salah satu rakaatnya, apakah ia dalam rakaat kedua atau
ketiga? Karena dia tidak bisa menentukan mana yang lebih rajih antara
kedua perkara tersebut, maka dia menganggapnya sebagai rakaat yang
kedua, lalu dia menyempurnakan shalatnya. Namun akhirnya jelaslah
baginya bahwa itu memang benar-benar rakaat kedua, maka menurut pendapat
madzhab yang popular, dia tidak wajib sujud sahwi, sedangkan menurut
pendapat kedua yang menurut kami lebih rajih hendaknya dia mengerjakan
sujud sahwi sebelum salam.
[Disalin dari buku Tata Cara Sujud Sahwi, Penulis Syaikh Muhammad bin
Shalih Al-Utsaimin, Penerjemah Mutsanna Abdul Qohhar, Penerbit Pustaka
At-Tibyan. Jl. Kyai Mojo 58, Solo, 57117]
Sujud sahwi bagi makmum.
Jika imam lupa (lalu melakukan sujud sahwi) maka wajib bagi makmum untuk mengikutinya, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu `alaihi wasallam:
إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَلَا تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ
“Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti, maka janganlah kamu menyelisihinya. ” (HR. Bukhari No 722)
Sampai sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam:
وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا
“Dan jika ia sujud maka sujudlah” (Muttafaq `alaih)
Maka baik imam sujud sebelum atau setelah salam, makmum wajib mengikutinya, kecuali masbuq, ia tidak mengikuti imam ketika sujud setelah salam, disebabkan ia berhalangan, karena orang yang masbuq tidak mungkin salam bersama imam karena ia harus menyempurnakan sholatnya. (Maka dalam hal ini setelah ia menyempurnakan sholatnya) lalu salam, ia melakukan sujud sahwi dan salam kembali.
Dan jika dalam satu sholat ada dua kelupaan, yang pertama sujudnya dilakukan sebelum salam sementara yang lain setelah salam, maka dalam hal ini ulama menguatkan sujud sahwi yang dilakukan sebelum salam. (Rasaail Fiqhiyah, Ibnu Utsaimin, hal : 6, cet.2, Dar Thayyibah)
________
Footnote
[1]. HR Mutafaqun Alaih. Al-Bukhari meriwayatkannya dalam (kitab)
As-Shalah, bab : maa ja’a fie al-qiblah, (404) yang redaksionalnya
sangat pendek, dan pada hadits (401) redaksionalnya sangat panjang,
dalam (kitab) As-Sahwi (1227) dan juga dalam pembahasan-pembahasan
lainnya. Sedangkan imam Muslim meriwayatkannya dalam kitab Al-Masajid,
bab : As-Sahwi fie Ash-Shalah (91) dan (572).
[2]. Para perawi al-Jama’ah lainnya : Abu Dawud meriwayatkannya dalam
(kitab) Ash-Shalah, bab : Idza shalla khamsan, (2019) dan (1020),
At-Tirmidzi meriwayatkannya dalam bab : maa ja’a fie sajdatai as-sahwi
ba’da as-salam wa al-kalam (392). An-Nasaa-i meriwayatkannya dalam ;
As-Sahwi, bab : At-Taharry (III/33), (1242) dan 1243), dan Ibnu Majah
dalam Iqamah ash-Shalah, bab : ma ja’a fiiman syakka fie shalatihi
(1211).
[3]. Hal ini juga dikategorikan menambah dalam shalat karena ia telah
menambah salam pada saat dia masih mengerjakan shalat.
[4]. Al-Bukhari meriwayatkannya dalam : Ash-Shalah, bab : Tasybik
al-Ashabi’ fie al-Masjid wa Ghairihi, (482) redaksionalnya sangat
pendek, (714) dan (715) dalam : As-Sahwi (1226) dan dalam
pembahasan-pembahasan lainnya. Sedangkan imam Muslim meriwayatkannya
dalam Al-Masajid, bab : As-Sahwu fie ash-Shalat (97) dan (573).
[5]. HR Al-Bukhari : Al-Adzan bab : man lam yara at-Tasyahud
wajiban..(829), dalam : As-Sahwi (1223,1225) dan dalam
pembahasan-pembahasan lainnya. Sedangkan imam Muslim meriwayatkannya
dalam Al-Masajid, bab : As-Sahwu fii ash-Shalah (85) dan (570)
[6]. HR Al-Bukhari dalam : Ash-Shalah, bab : At-Tawajjuh Nahwa Al-Qiblah
(401) dan Muslim dalam Al-Masajid, bab : As-Sahwu fie ash-Shalah (89)
dan (572)
[7]. HR Muslim dalam :Al-Masajid, bab As-Sahwu fie ash-Shalah, (88) dan
(571).

Tidak ada komentar: