Sabtu, 09 Maret 2013

*Apakah Kebahagiaan Itu?*


''Jadilah engkau ibarat seorang yang terasing atau seorang yang numpang lewat saja.''(Al-Hadits)

''Maka beruntunglah orang-orang yang terasing.'' (Al-Hadits)

Kebahagiaan itu bukanlah istana Abdul Malik bin Marwan, bukan pula pasukan Harun Ar-Rasyid, bukan rumah mewah al-Jashshash, bukan harta simpanan Qarun, bukan yang ada di dalam buku asy-Syifa' karya Ibnu Sina, bukan pula dalam koleksi
syair (diwan) al-Mutanabbi, dan bukan di taman-taman Cordoba, atau kebun-kebun bunga lainnya.

Kebahagiaan itu, menurut para sahabat, adalah sesuatu yang tidak banyak menyibukkan, kehidupan yang sangat sederhana dan penghasilan yang pas-pasan.

Kebahagiaan itu menurut Ibnul Musayyib adalah pemahamannya
terhadap Rabbnya, menurut al-Bukhari Shahih-nya, menurut al-Hasan al-Bashriy kejujurannya, menurut asy-Syafi'iy hukum-hukum yang disimpulkannya, menurut Malik kehati-hatiannya, menurut Ahmad bin Hambal sikap wara'-nya, dan menurut Tsabit al-Bunani ibadahnya.

{Yang demikian itu ialah mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkat amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskan bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh.} (QS. At-Taubah: 120)

Kebahagiaan itu tidak terletak pada cek yang dicairkan, tidak pada kendaraan yang di beli, bukan pada wangi bunga yang semerbak, bukan pada gandum yang ditumbuk, dan bukan pula pada kain yang dibentangkan.

Kebahagiaan itu adalah keriangan hati karena kebenaran yang dihayatinya, adalah kelapangan dada karena perinsip yang menjadi pedoman hidup, dan adalah ketenangan hati karena kebaikan di sekelilingnya.

Anggapan kita, ketika telah berhasil memperluas rumah, ketika bisa memperbanyak barang milik, dan ketika berhasil menumpuk
semua perabotan dan apa saja yang kita senangi, kita akan bahagia, senang, dan gembira. Semua itu justru menjadi sebab jiwa resah, tertekan dan hanya menambah masalah saja. Karena bagaimana pun segala sesuatu itu membawa keresahan, kesuntukan, dan 'pajak yang harus di bayar' untuk mendapatkannya.

{Dan janganlah kamu tunjukkan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golonga-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya.} (QS. Thaha: 131)

Seorang reformis terbesar, Rasulullah, ternyata hidup dalam kefakiran, sering membolak-balikkan tubuhnya di tempat tidur kelaparan karena tak sebiji kurma pun yang bisa ia temukan untuk menahan rasa laparnya. Namun begitu ia bisa hidup bahagia, tak banyak tekanan, dan damai. Tapi, hanya Allahlah yang tahu kebenaran semua itu.

{Dan, Kami telah menghilangkan daripada bebanmu, yang memberatkan punggungmu.} (QS. Al-Insyirah:2-3)

{Dan, adalah karunia Allah atasmu sangat besar.}
(QS. An-Nisa': 113)

{Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan.} (QS. Al-An'am: 124)

Dalam sebuah hadits shahih disebutkan: ''Kebaikan itu adalah akhlak yang baik, sedangkan dosa adalah apa yang terbersit di dalam dadamu dan engkau tidak suka orang lain tahu hal itu.''

Dan, kebaikan adalah kelegaan di hati dan ketenangan di jiwa. Ada seorang penyair mengatakan.

Kebaikan itu jatuh lebih lestari walaupun zaman telah berlalu lama
tapi dosa adalah sejelek-jelek bekal yang engkau simpan

Dalam hadits yang lain disebutkan: ''Kebaikan itu mendatangkan ketenangan, sedangkan dosa menimbulkan kecurigaan.'' Terus terang, orang yang berbuat baik akan selalu tenang; sedangkan yang curiga akan selalu sibuk ingin tahu apa yang terjadi, apa yang terdetik di dalam hati orang, benda apa saja yang bergerak, dan segalanya.

{Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan ditujukan kepada merak.} (QS. Al-Munafiqun: 4)

Mengapa? Karena mereka berbuat tidak baik. Adalah kenyataan bahwa orang yang berbuat tidak baik akan selalu resah, pikirannya ruwet, dan tidak pernah tenang karena takut.

Jika perbuatan orang itu buruk maka buruk pulalah perasangkanay,
dan yang biasanya dia anggap sebagai khayalan adalah benar

Berbuat baik dan menjauhi segala keburukan adalah jalan bagi yang menginginkan kebahagiaan, untuk bisa tetap berada dalam rasa aman.

{Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman
mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.} (QS. Al-An'am: 82)

Seorang penunggang kuda menghela kudanya dengan kencang hingga debu beterbangan di atas kepalanya. Ia hanya ingin melihat Sa'ad bin Abi Waqqash yang saat itu sedang mendirikan kemahnya di tengah-tengah padang pasir, jauh dari hingar bingar, dan jauh dari perhatian orang-orang. Di dalam kemah itu ia sendiri, jauh dari keluarganya, hanya ditemani beberapa ekor kambing. Si penunggang kuda itu pun mendekati kemah. Ternyata dia adalah anaknya, Umar. Si anak itu pun kemudian menghiba kepada bapak, ''Ayahanda, orang-orang sedang berebut kekuasaan, tapi engkau malah mengembalakan kambing.'' Sa'ad, si ayah, menjawab, ''Aku berlindung kepada Allah dari keburukan dirimu, sesungguhnya aku lebih berhak memegang jabatan khalifah daripada aku hidup dengan selendang yang menggantung di tubuh ini. Namun aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, 'Sesungguhnya Allah sangat menyayangi seseorang hamba yang kaya, yang takwa, dan yang tidak menonjolkan diri.''

Kemurnian kualitas agama seorang muslim jauh lebih agung daripada kerajaan Kaisar Romawi maupun Kisra Persia. Agamalah yang akan selalu bersamanya hingga nanti di surga. Tapi kekuasaan dan kedudukan, akan sirna:

{Sesungguhnya Kami mewarisi bumi dan semua orang yang ada di atasnya, dan hanya kepadanya Kamilah mereka dikembalikan.} (QS. Maryam: 40).[]

Tidak ada komentar: