Tanbihun.com - Dewasa
ini banyak orang mengukur keshalihan seseorang dari ketebalan kapal
hitam yang ada dijidatnya, semakin hitam dan tebal jidat seseorang maka
semakin dia dianggap sebagai orang yang ahli ibadah dan ahli sujud. Hal
ini berdasarkan pemahaman sempit mereka terhadap ayat yang berbunyi :
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ
Yang artinya, “Muhammad itu adalah
utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu
Lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud” (QS al Fath:29).
Banyak orang yang tidak mengetahui
makna ayat ini dengan baik, sehingga mereka menafsirkan ayat di atas
dengan pemahaman yang keliru. Dan anehnya pemahaman yang salah itu
diklaim sebagai pendapat yang paling benar. Mereka menyangka bahwa
maksud dari bekas sujud itu adalah tanda hitam di dahi karena sujud,
bahkan ada sebagian dari mereka yang mencemooh seorang ulama’ sholih
hanya karena jidatnya tidak hitam maka dianggap ulama yang yang tidak
sholih sebab jidatnya seperti kaleng. Padahal bukan demikian yang
dimaksudkan dari ayat tersebut. Pakar tafsir Imam At-Thabari
meriwayatkan dengan sanad yang hasan dari Ibnu Abbas bahwa yang
dimaksudkan dengan ‘tanda mereka…” adalah perilaku yang baik. Dalam
sebuah riwayat lain yang beliau nukil juga dengan sanad yang kuat dari
Mujahid bahwa yang dimaksudkan bekas sujud adalah kekhusyu’an. Juga
diriwayatkan dengan sanad yang hasan dari Qatadah, beliau berkata, “Ciri
mereka adalah shalat” (Tafsir Mukhtashar Shahih hal 546).
Sementara itu dalam Sunan Kubro karangan Imam Baihaqi diterangkan
عَنْ سَالِمٍ أَبِى النَّضْرِ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عُمَرَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ قَالَ : مَنْ أَنْتَ؟ قَالَ : أَنَا حَاضِنُكَ فُلاَنٌ. وَرَأَى بَيْنَ عَيْنَيْهِ سَجْدَةً سَوْدَاءَ فَقَالَ : مَا هَذَا الأَثَرُ بَيْنَ عَيْنَيْكَ؟ فَقَدْ صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمْ فَهَلْ تَرَى هَا هُنَا مِنْ شَىْءٍ؟
Dari Salim Abu Nadhr, ada seorang yang
datang menemui Ibnu Umar. Setelah orang tersebut mengucapkan salam, Ibnu
Umar bertanya kepadanya, “Siapakah anda?”. “Aku adalah anak asuhmu”,
jawab orang tersebut. Ibnu Umar melihat ada bekas sujud yang berwarna
hitam di antara kedua matanya. Beliau berkata kepadanya, “Bekas apa yang
ada di antara kedua matamu? Sungguh aku telah lama bershahabat dengan
Rasulullah, Abu Bakr, Umar dan Utsman. Apakah kau lihat ada bekas
tersebut pada dahiku?” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3698)
Dalam redaksi lain dari Ibnu Umar juga
عَنِ ابْنِ عُمَرَ : أَنَّهُ رَأَى أَثَرًا فَقَالَ : يَا عَبْدَ اللَّهِ إِنَّ صُورَةَ الرَّجُلِ وَجْهُهُ ، فَلاَ تَشِنْ صُورَتَكَ.
Dari Ibnu Umar, beliau melihat ada
seorang yang pada dahinya terdapat bekas sujud. Ibnu Umar berkata,
“Wahai hamba Allah, sesungguhnya penampilan seseorang itu terletak pada
wajahnya. Janganlah kau jelekkan penampilanmu!” (Riwayat Baihaqi dalam
Sunan Kubro no 3699).
عَنْ حُمَيْدٍ هُوَ ابْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ : كُنَّا عِنْدَ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ إِذْ جَاءَهُ الزُّبَيْرُ بْنُ سُهَيْلِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ فَقَالَ : قَدْ أَفْسَدَ وَجْهَهُ ، وَاللَّهِ مَا هِىَ سِيمَاءُ ، وَاللَّهِ لَقَدْ صَلَّيْتُ عَلَى وَجْهِى مُذْ كَذَا وَكَذَا ، مَا أَثَّرَ السُّجُودُ فِى وَجْهِى شَيْئًا.
Dari Humaid bin Abdirrahman, aku berada
di dekat as Saib bin Yazid ketika seorang yang bernama az Zubair bin
Suhail bin Abdirrahman bin Auf datang. Melihat kedatangannya, as Saib
berkata, “Sungguh dia telah merusak wajahnya. Demi Allah bekas di dahi
itu bukanlah bekas sujud. Demi Allah aku telah shalat dengan menggunakan
wajahku ini selama sekian waktu lamanya namun sujud tidaklah memberi
bekas sedikitpun pada wajahku” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no
3701).
عَنْ مَنْصُورٍ قَالَ قُلْتُ لِمُجَاهِدٍ (سِيمَاهُمْ فِى وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ) أَهُوَ أَثَرُ السُّجُودِ فِى وَجْهِ الإِنْسَانِ؟ فَقَالَ : لاَ إِنَّ أَحَدَهُمْ يَكُونُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ مِثْلُ رُكْبَةِ الْعَنْزِ وَهُوَ كَمَا شَاءَ اللَّهُ يَعْنِى مِنَ الشَّرِّ وَلَكِنَّهُ الْخُشُوعُ.
Dari Manshur, Aku bertanya kepada
Mujahid tentang maksud dari firman Allah, ‘tanda-tanda mereka tampak
pada muka mereka dari bekas sujud’ apakah yang dimaksudkan adalah bekas
di wajah? Jawaban beliau, “Bukan, bahkan ada orang yang ‘kapal’ yang ada
di antara kedua matanya itu bagaikan ‘kapal’ yang ada pada lutut onta
namun dia adalah orang bejat. Tanda yang dimaksudkan adalah kekhusyu’an”
(Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3702).
Bahkan Ahmad ash Showi mengatakan,
“Bukanlah yang dimaksudkan oleh ayat tersebut adalah sebagaimana
perbuatan orang-orang bodoh dan tukang riya’ yaitu tanda hitam yang ada
di dahi karena hal itu adalah ciri khas khawarij ” (Hasyiah ash Shawi
4/134, Dar al Fikr). Dari al Azroq bin Qois, Syarik bin Syihab berkata,
“Aku berharap bisa bertemu dengan salah seorang shahabat Muhammad yang
bisa menceritakan hadits tentang Khawarij kepadaku. Suatu hari aku
berjumpa dengan Abu Barzah yang berada bersama satu rombongan para
shahabat. Aku berkata kepadanya, “Ceritakanlah kepadaku hadits yang kau
dengar dari Rasulullah tentang Khawarij!”. Beliau berkata, “Akan
kuceritakan kepada kalian suatu hadits yang didengar sendiri oleh kedua
telingaku dan dilihat oleh kedua mataku. Sejumlah uang dinar diserahkan
kepada Rasulullah lalu beliau membaginya. Ada seorang yang plontos
kepalanya dan ada hitam-hitam bekas sujud di antara kedua matanya. Dia
mengenakan dua lembar kain berwarna putih. Dia mendatangi Nabi dari arah
sebelah kanan dengan harapan agar Nabi memberikan dinar kepadanya namun
beliau tidak memberinya. Dia lantas berkata, “Hai Muhammad hari ini
engkau tidak membagi dengan adil”. Mendengar ucapannya, Nabi marah
besar. Beliau bersabda, “Demi Allah, setelah aku meninggal dunia kalian
tidak akan menemukan orang yang lebih adil dibandingkan diriku”.
Demikian beliau ulangi sebanyak tiga kali. Kemudian beliau bersabda,
يَخْرُجُ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ رِجَالٌ كَانَ هَذَا مِنْهُمْ هَدْيُهُمْ هَكَذَا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ ثُمَّ لاَ يَرْجِعُونَ فِيهِ سِيمَاهُمُ التَّحْلِيقُ لاَ يَزَالُونَ يَخْرُجُونَ
“Akan keluar dari arah timur orang-orang
yang seperti itu penampilan mereka. Dia adalah bagian dari mereka.
Mereka membaca al Qur’an namun alQur’an tidaklah melewati tenggorokan
mereka. Mereka melesat dari agama sebagaimana anak panah melesat dari
binatang sasarannya setelah menembusnya kemudia mereka tidak akan
kembali kepada agama. Cirri khas mereka adalah plontos kepala. Mereka
akan selalul muncul” (HR Ahmad no 19798, dengan sanad Hasan). Oleh
karena itu, ketika kita sujud hendaknya proporsonal dan sewajarnya saja,
yang penting antara lambung dan paha agak renggang serta ketiak sedikit
dibuka, jangan terlalu berlebih-lebihan sehingga hampir seperti orang
yang telungkup. Tindakan inilah yang sering menjadi sebab timbulnya
bekas hitam di dahi, meskipun sebenarnya belum tentu orang tersebut
benar-benar ahli sujud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar