Kita sering menyatakan atas suatu kejadian: “Ah- itu semuanya adalah
Takdir, ketentuan Allah yang tidak bisa dirubah”. Betulkah semua bentuk
takdir tak dapat dirubah?
Dalam syarah kitab hadist Arbain Nawawi
diterangkan bahwa takdir Allah swt itu ada empat macam yang dibagi
kedalam dua kelompok besar, yakni TAKDIR MUBROM dan TAKDIR MU’ALLAQ,
sebagaimana penjelasan dibawah ini:
I. TAKDIR MUBROM (TETAP)
1.Takdir Dalam Ilmu Alloh.
Takdir yang ada di ilmu Allah. Takdir ini tidak mungkin dapat berubah, sebagaimana Nabi Muhammad saw bersabda:
لاَيَهْلِكُ اللهُ إلاَّ هَالِكًا
“Tiada Allah mencelakakan kecuali orang
celaka, (yaitu orang yang telah ditetapkan dalam ilmu Allah Taala bahwa
dia adalah orang celaka.)”
2.Takdir Dalam Kandungan.
Takdir dalam kandungan, yaitu malaikat
diperintahkan untuk mencatat rizki, umur, pekerjaan, kecelakaan, dan
kebahagiaan dari bayi yang ada dalam kandungan tersebut.
Maka takdir ini termasuk takdir yang tak dapat dirubah sesuai kelanjutan dari hadist tersebut. Takdir ini sebetulnya termasuk takdir dari Ilmu Alloh seperti no I/1 diatas yang telah digariskan dalam tubuh sang jabang bayi. (Dalam ilmu pengetahuan Genetika modern mungkin dapat digambarkan pada unsur DNA?)
Maka takdir ini termasuk takdir yang tak dapat dirubah sesuai kelanjutan dari hadist tersebut. Takdir ini sebetulnya termasuk takdir dari Ilmu Alloh seperti no I/1 diatas yang telah digariskan dalam tubuh sang jabang bayi. (Dalam ilmu pengetahuan Genetika modern mungkin dapat digambarkan pada unsur DNA?)
II.TAKDIR MU’ALLAQ (TAKDIR YANG TERGANTUNG)
1. Takdir Dalam Lauh Mahfudh.
Takdir yang ada dalam Lauhul Mahfudh.
Takdir ini mungkin dapat berubah, sebagaimana firman Allah dalam surat
ar-Ra’du ayat 39 yang berbunyi:
يَمْحُو اللهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الكِتَابِ
“Allah menghapuskan apa yang Dia
kehendaki dan menetapkan apa yang dikehendaki, dan di sisi-Nyalah
terdapat Ummul Kitab (Lauhul Mahfudz).”
Dan telah diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa beliau mengucapkan dalam do’anya yaitu “Ya
Allah jika engkau telah menetapkan aku sebagai orang yang celaka maka
hapuslah kecelakaanku, dan tulislah aku sebagai orang yang bahagia”.
2.Takdir Yang Diikuti Sebab Akibat
Takdir yang berupa penggiringan hal-hal
yang telah ditetapkan kepada waktu-waktu DAN HAL- HAL yang telah
ditentukan. Gambarannya: “Seandainya hambaku berdo’a atau
bersilaturrahmi dan berbakti kepada kedua orang tua, maka Aku jadikan
dia begini, jika dia tak berdo’a dan tidak bersilaturrahmi serta durhaka
kepada kedua orang tua, maka ia Aku jadikan seperti ini..”
Takdir ini juga dapat diubah sebagaimana hadits yang menyatakan:
“Sesungguhnya sedekah dan silaturrahim dapat menolak kematian yang jelek dan mengubah menjadi bahagia.”
Dalam salah satu hadits lain Nabi Muhammad saw pernah bersabda;
إنَّ الدُّعَاءَ وَالبَلاَءَ بَيْنَ السَّمَاءِ والاَرْضِ يَقْتَتِلاَنِ وَيَدْفَعُ الدُّعَاءُ البَلاَءَ قَبْلَ أنْ يَنْزِلَ
“Sesungguhnya doa dan bencana itu
diantara langit dan bumi, keduanya berperang; dan doa dapat menolak
bencana, sebelum bencana tersebut turun.”
Khalifah Umar bin khattab, suatu ketika,
pernah mau berkunjung ke Syam ( Yordania, Palestina, Suriah dan
sekitarnya). pada saat itu di Syam sedang berjangkit penyakit menular,
lalu Umar membatalkan rencananya tersebut. pembatalan tersebut didengar
oleh seorang sahabatnya yang kemudian berkata : “Apakah anda mau lari
dari takdir Allah ?”. Umar pun menjawab: “Aku lari dari takdir Allah
ke takdir Allah yang lain yang lebih baik”.
Hal senada itu juga dialami oleh Ali
bin Abi Thalib, ketika beliau sedang duduk menyandar pada sebuah
tembok yang ternyata rapuh, lalu beliau pindah ke tempat yang lain,
sahabatnya bertanya : “Apakah anda mau lari dari takdir Allah?”.
Ali menjawab bahwa rubuhnya tembok, berjangkitnya penyakit dan
sebagainya adalah hokum dan Sunnatulloh. Maka apabila seseorang tidak
menghindarinya maka ia akan mendapatkan bahayanya itu. ITULAH YANG DINAMAKAN TAKDIR. dan apabila ia berusaha menghindar dan luput dari bahayanya, itu juga disebut dengan TAKDIR. BUKANKAH TUHAN TELAH MENGANUGRAH KAN MANUSIA, kemampuan memilah dan memilih, dan kemampuan berusaha dan berikhtiyar. Kemampuan itu juga takdir yang telah ditetapkan-Nya.
Bahkan Rasululloh sebagai tauladan
tertinggi, saat Hijroh dan dikejar musuh, beliau bersembunyi di gua
Tsaur sebagai bentuk Ikhtiyar, bukan karena takut atau lari dari Takdir,
dan Allah telah mentakdirkan seekor burung dan seekor laba- laba
bersarang disana, dan Alloh pun telah mentaqdirkan beliau akan selamat
sampai di Madinah dan telah menraqdirkan pula Islam sebagai agama
dunia.
Syekh K.H. A.Rifa’i menulis dan menuqil dari Tuhfatul Murid Syarah Jauhar – At Tauhid dalam Kitab Ri’ayatul Himmah, demikian:
ﻮﻋﻨﺪﻨﺎ ﻟﻟﻌﺑﺪ ﻜﺴﺐ ﻜﻟﻔﺎ # ﺑﻪ ﻮﻟﻜﻦ ﻻ ﻴﺆﺛﺭ ﻔﺎﻋﺭﻔﺎ
“Dan bagi kita kaum Ahlussunnah, kita diwajibkan ber- usaha dan ber- ikhtiyar seraya kita harus berkeyakinan bahwa kita TIDAK BOLEH MEMASTIKAN BERHASILNYA USAHA DAN IKJTIYAR yang kita lakukan itu”.
Oleh karena itu marilah kita banyak
berdo’a, bersodaqoh,bersilaturrahmi, birrul Walidain serta mengamalkan
kebaikan- kebaikan lainnya serta berusaha dan berikhtiyar tanpa henti,
mudah- mudahan ada bagian takdir buruk kita yang bisa dihapuskan dan
digantikan Allah tersebab amaliyah- maliyah dan segala ikhtiyar kita
tersebut serta menggantinya dengan kebaikan- kebaikan dan keberhasilan.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar