Senin, 31 Agustus 2015

Isterimu Bukan Bidadari Dan Kamu Bukan Malaikat - Ustadz Dr. Syafiq Reza...

Ceramah Agama: Hijabers kok Gaul (Tabarruj Wanita Modern) - Ustadz Abdul...

Tabligh Akbar: Keesaan Allah Ta'ala (Syaikh Prof. Dr. 'Abdur Razzaq bin ...

Khusus Laki-Laki : Mungkin Anda Pernah Membantu Melahirkan Tuyul di Kamar Mandi

 HEADLINE, ISLAMI

Pernahkah Anda bermandi lama-lama di kamar mandi? Atau Anda pernah melakukan beberapa hal dibawah ini? Perhatikan baik-baik yahh, apaakibatnya jika kamu berlama-lama di kamar mandi..


::: Wajib Dibaca Buat Yang Suka Mandi Sambil Bernyanyi ::::

".. Mandi / Kamar Mandi.."
Siapa yang suka mandi sambil menyanyi!!!
ada yg sayang nih kalau dilewatkan, yuk baca :
Dalam sebuah hadist, Rasulullah bercerita bahwa Iblis meminta tempat tinggal kepada Allah seperti halnya Allah memberikan tempat tinggal kepada anak adam untuk berada di bumi.
"Ya Allah, Adam dan keturunannya Engkau beri tempat tinggal di bumi, maka berilah pula aku tempat tinggal..!!" Kata Iblis... Allah berfirman,,"Tempat tinggalmu adalah kamar mandi atau tandas"(HR. Bukhari)
Dari situlah kemudian Iblis pun menggoda setiap orang yang memasuki rumahnya yang berupa kmr mandi..
Godaan iblis macam-macam dan aneka warna. contohnya menggoda manusia supaya:
1. Berlama-lama di dalam kamar mandi
2. Bernyanyi atau berkata-kata
3. Bermain-main air atau sesuatu yang lain (bawa hp mendengarkan musik, ber'facebook')
4. Membisik seseorang supaya kencing sambil berdiri (sunnah rasul kencing sebaiknya jongkok)
5. Membiarkan baju yang kotor tergntung di dalam kamar mandi
6. Melupakan seseorang untuk berdo'a ketika hendak masuk atau keluar dari kamar mandi
7. Mengambil wudhu sambil telanjang
8. Mencoret-coret dinding kamar mandi
9. Merencanakan kejahatan
10.Onani/masturbasi di dalam kamar mandi, air mani akan bercampur air mani iblis & menyebabkan terlahirlah tuyul.
Maka, hati-hatilah sewaktu dalam kamar mandi atau toilet. Dan tips yang baik adalah mandi, buang air dll sewajarnya saja... lebih cepat lebih baik.
::: Do'a Masuk dan Keluar Kamar Mandi :::
*Do'a Ketika Masuk Kamar Mandi (WC)

اَللّهُمَّ اِنىِّ اَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَ الْخَبَائِثِ
"ALLAHUMMA INNII A'UUDZU BIKA MINAL KHUBUTSI WAL KHOBAAITSI"
Artinya : Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari setan laki-laki dan setan perempuan.
*Do'a Ketika Keluar Kamar Mandi (WC)

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى اَذْهَبَ عَنِّى اْلاَذى وَعَافَنِى
"ALHAMDULILLAHIL LADZII ADZHABA ANNIL ADZA WA 'AAFANII";
Artinya : Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan penyakit dan telah membuatku sehat.
:::Manfaat Dari Berdoa Ketika Masuk Dan Keluar Kamar Mandi:::
*Ketika Masuk
Pada saat kita mandi atau ingin kencing, tentunya kita dalam keadaan telanjang. Dengan berdo'a, maka Aurat kita tidak akan terlihat oleh syetan dan jin. Dan dengan berdo'a juga maka kita akan terhindar dari perbuatan buruk.
Kita tidak dapat mengira kapan kita akan mati bukan? bisa saja sewaktu-waktu kita mati di kamar mandi. Jika sebelumnya seseorang mengucapkan do'a ketika akan memasuki kamar mandi, maka insyaallah dia mati dalam keadaan Khusnul Khotimah.
*Ketika Keluar
Ketika berada di kamar mandi tentu kita melakukan sesuatu seperti "BAB, kencing dsb" kegiatan tersebut adalah membuang kotoran yang ada di dalam tubuh kita. Maka hendaknya setelah melakukan itu dan saat kita keluar dari kamar mandi, kita mengucapkan terimakasih kepada Allah SWT karena telah memberi kita kesehatan dan telah menghilangkan kotoran dan penyakit dari dalam tubuh kita. Allah akan senantiasa menambah nikmat orang yang mensyukuri nikmat yang ia berikan.
Sekarang Anda punya 3 pilihan:
1. Anda - Aku akan biarkan tulisan ini tetap di sini saja...
2. Malaikat - Ingatkan pada teman yang anda kenal...Sebarkanlah..!
3. Syaitan - Tidak usah sibuk-sibuk menyebarkan tulisan ini... Biarkan saja di sini.. Kalau bisa hapus / tutup saja... Mereka tidak perlu membaca tulisan ini.

Minggu, 30 Agustus 2015

Tabligh Akbar Ulama Madinah: Penyihir Tidak Akan Pernah Beruntung - Syai...

Syaikh Prof.Dr.Abdurrazzaq Bin Abdul Muhsin Al Badr - Cinta Rasulullah S...



Inilah Kisah Mengharukan Seorang Pendeta di Pedalaman Kalimantan Memeluk Islam
Oleh : A Humaira  - Senin, 31 Agustus 2015   550

Islamedia – Seorang mantan pendeta Kristen Protestan menuliskan sebuah surat yang ditujukan kepada Tuan Syaikh Abdurrozzaq, dalam surat tersebut mantan pendeta tersebut menerangkan bagaimana kronologis akhirnya dirinya memeluk agama Islam.

Mantan pendeta yang tinggal di Pedalaman Kalimantan tersebut bernama Robert Tanhu Mangkulang dengan nama Islam Abdurrahman Al Islami.

Abdurahman Al Islami belum sempat mengirimkan surat tersebut, mungkin karena sakit yang dideritanya, akan tetapi surat tersebut ditemukan oleh saudaranya yang non muslim ditumpukan buku-bukunya sebulan setelah wafatnya.

Berikut ini isi suratnya dikutip dari website resmi Ustadz Firanda Adireja

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله

Kepada yang saya cintai karena Allah Tuan Syaikh Abdurrozzaq semoga Allah memberkahi anda.

Perkenalkan nama saya Robert Tanhu Mangkulang dengan nama Islam Abdurrahman al Islami 58 tahun, berasal dari suku Dayak Kalimantan.

Sebelumnya saya minta maaf bila mengganggu waktu anda dan aktifitasnya. Saya ingin menceritakan kisah singkat tentang kehidupan saya dan juga harapan saya di akhir hidup saya yang tersisa.

Saya masuk Islam pada tanggal 15 Desember 2011, mulanya saya masuk Islam dan mengenal Agama Islam karena keraguan agama yang saya yakini, di keluargaku 6 bersaudara semuanya berbeda agama, ada hindu paganisme, kristen katholik dan protestan, tapi tidak ada satu pun yang masuk Islam karena keluarga kami menganggap Islam agama yang rumit dan sulit.

Selama 30 tahun lebih saya menjadi misionaris protestan dan terakhir menjadi kepala gereja di seluruh kota di Kalimantan, tepatnya di Kutai Barat, selama itu pula saya diberikan kecukupan rezeki harta dan jabatan yang layak karena itulah tujuan para pendeta, dari keenam kali pernikahan saya tidak dikaruniai anak keturunan, harta yang saya punya dipakai untuk bersenang-senang dan habis di meja judi.

Di akhir masa tua ini saya merasa takut dan gelisah dengan agama yang saya yakini yaitu kristen protestan. Tidak membawa ketenangan dan ketentraman, sebelum saya mengenal Islam ini saya meneliti dan membanding-bandingkan kitab-kitab injil saya dengan kitab yang dulu, ada sisi yang kontradiktif antara satu dan lainnya, ditambah lagi saya ingin menghabiskan masa tua di tempat kelahiran saya.

Sebulan kemudian saya memutuskan untuk pergi meninggalkan gereja demi niat saya untuk pindah mencari ketenangan hati. Singkat cerita kami, yaitu saya dan murid saya yang mengantar sampailah di satu pelosok kabupaten Paser yang mayoritas 90 prosen adalah penganut paganisme dan animisme, namun selama puluhan tahun ditinggalkan ada sedikit berbeda, ada beberapa orang yang masuk agama Islam diantaranya mantan mertua yaitu bapak istri saya ketiga ternyata sudah menjadi muslim.

Seperti biasa di pagi hari saya selalu berkeliling untuk berolahraga, sengaja saya melewati rumah bekas istri saya karena penasaran kami berdiskusi dan berdialog dengan mereka, padahal dulu mereka adalah orang-orang yang nakal dan brutal namun ada perubahan drastis dengan sikap perilaku dan penampilan yang islami.

Tuan Syaikh Abdurozzaq desa kami desa terisolir dan jauh dari keramaian, selama puluhan tahun tidak ada da’i atau ustadz yang masuk ke pedalaman, lalu saya tanyakan kepada mereka apa yang menyebabkan mereka masuk Islam? Mereka bercerita ada seorang pemuda jawa yang datang dari kota kecamatan selalu datang membawa alat penghisap darah penyakit dan mengamalkan agamanya, karena keramahan dan budi pekerti yang baik mereka belajar, dari mulai 2 keluarga yang masuk Islam hingga 30 keluarga (setara 40 orang dewasa 18 anak kecil) yang belajar tentang agama Islam.

Selesai berdialog mereka memberi buku kecil berjudul “Sebab-Sebab Kebahagiaan” karya Syaikh Abdurozzaq dan buku Bekam Sunnah Nabi dan Mukjizat Medis. Sampai di rumah sebelum tidur saya membaca dan merenungi tiap makna dari lembaran buku itu, entah kenapa badan saya merinding, dada bergemuruh karena takjub dengan penjelasan kebahagiaan yang saya cari selama ini.

Puluhan tahun saya berkhotbah di hadapan jamaah, baru kali sekarang saya mendapat suatu kata indah walaupun ada beberapa yang kurang dimengerti dalam bahasanya tapi saya faham akan maksud dan tujuan si penulis.

Keesokan harinya saya bertemu dengan teman-teman di desa untuk menanyakan kapan pemuda itu kembali akan datang? ternyata hari itu mereka sudah ada janji untuk menjemput lewat sungai karena daratan berlumpur setelah hujan lebat.

Setelah ketemu kami yaitu saya mengutarakan niat saya untuk memeluk agama Islam maka dengan keyakinan yang kuat saya mengucapkan syahadat di hadapan 8 laki-laki dewasa dan 4 wanita walaupun agak sulit karena saya belum terbiasa dan tidak bisa maka saya dituntun untuk membaca “Laailaha illallah Muhammad Rasulullah”.

Pemuda tadi memegang erat tangan saya dan memeluknya tubuh ini dengan haru lalu dia ucapkan “Bapak sekarang menjadi saudara saya dalam Islam maka berbahagialah bapak dengan jaminan Allah, bahwa dengan taat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya kita akan bertemu di surga”

Setelah itu kami berbincang dan berbagi pengalaman, dan saya tanyakan kepada pemuda ini dimana saya bisa bertemu dengan penulis ini buku, sambil menunjukkan buku yang saya bawa. Ternyata pemuda ini pun belum pernah bertemu atau melihat langsung Syaikh Abdurrozzaq, dia hanya mendengar suara di radio swasta sebelum dia merantau ke Kalimantan, bahkan bila ada kunjungan penulis buku ini dia tidak bisa hadir karena kemampuannya untuk datang ke Jakarta.

Dua minggu kemudian dia datang kembali membawa buku-buku pelajaran cara praktis membaca al-Quran dan papan tulis, sekaligus memberi kabar gembira bahwa Syaikh Aburrozzaq akan datang bulan Februari di Jakarta tahun 2012, maka saya katakan ke padanya “Mari kita berangkat ke Jakarta, masalah ongkos saya yang akan tanggung, bawa juga keluargamu”. Namun dia menolak dengan alasan bahwa dia mengajarkan agama bukan karena harta dan iming-iming materi dunia, tapi saya bersikeras untuk memberi dia uang. Selama dua tahun naik turun bukit pemuda ini hanya digaji dengan ikan dan pisang sedangkan saya diberi sesembahan para jamaah setiap minggu.

Akhirnya dia menerima dan membelikan tiket untuk keberangkatan kami di bulan Februari 2012 bersama keluarganya.

Sejak saat itu kami belajar dan saya pun belajar dengan sungguh-sungguh akan kebaikan Islam, umumnya di suku kami tidak ada paksaan untuk memeluk agama lain karena perbedaan agama boleh asal jangan mengganggu adat istiadat yang ada di desa kami yang mayoritas hindu paganisme.

Di pagi hari badan saya sakit semua, hernia kambuh dan seluruh kaki terasa berat digerakkan, dengan bantuan tetangga dibawa ke poliklinik terdekat lalu saya diobati dengan obat-obatan seadanya karena klinik kampung yang ada di desa tidak ada petugas yang jaga itupun yang mengobati adalah bidan kampung/dukun anak.

Seminggu kemudian pemuda ini datang dan berniat untuk menjemput saya ke rumahnya serta tinggal beberapa hari di rumah samping mushola, namun takdir berkata lain jangankan untuk jalan, berdiripun tak mampu. Pemuda ini membacakan beberapa do’a dan dia meminta madu dan air serta diminumkan kepada saya, sore harinya saya agak membaik, bisa jalan tertatih-tatih, saya minta ijin tidak hadir dalam pengajian iqro dan ia pun mengerti.

Saya mengatakan kepadanya bahwa saya tidak bisa bertemu atau datang ke jakarta, sampaikan salam dan tolong tuliskan rasa terima kasih kepada Syaikh Abdurozzaq, saya akan ke rumah teman yang ada di kabupaten untuk melihat tayangan langsung, kebetulan dia mempunyai parabola. Akhirnya pemuda ini berangkat bersama keluarganya ke jakarta, ada seorang ibu yang menitipkan barang untuk Syaikh berupa tas karena kecintaan beliau kepada tuan Syaikh Abdurrozzaq.

Hari minggu 19 februari 2012, hari itu saya sangat senang melihat wajah anda Syaikh Abdurrozzaq, walaupun ada gangguan dan sinyal yang buruk tapi ada pelajaran yang bisa diambil “bahwa bila kita ingin meraih cinta Allah harus mendahulukan perintah-perintah-Nya”. Saya ingin sekali mendengar tapi suara, gambar dan tayangannya tersendat-sendat, sehingga waktu itu saya jadi berfikir kenapa saya tidak memaksakan berangkat ke jakarta.

Tuan Syaikh Aburrozzaq sejak itu pula saya mulai mengerti arti kehidupan dalam pandangan Islam bahwa dunia hanya sementara sedangkan akhirat kekal dan abadi.

Ada kejadian yang membuat saya miris dan sedih, pemuda tadi dicegat dan diinterogasi oleh sebagian aparatur desa, yang ironisnya mereka adalah muslim, mereka menganggap pemuda ini mengajarkan ajaran menyimpang karena itu dia tertahan dan tidak bisa mengajar lagi, lalu datanglah saudara kami “Maris” salah satu tokoh yang masuk Islam dia menjelaskan kepada aparatur desa bahwa dia hanya mengajarkan baca tulis al-Quran.

Dua bulan tiga bulan sampai satu tahun dia tidak pernah datang lagi, apalagi setelah kami warga muslim ikut-ikutan ritual belian (pemanggilan roh-roh halus), mau tidak mau, suka atau tidak suka kami harus mengikutinya adat-istiadat karena ini solidaritas suku.

Tuan Syaikh Abudrrozzaq pemuda ini tidak pernah datang lagi, kami memaklumi dan mengerti dia membutuhkan perubahan dari kami dan juga perjuangan untuk melawan adat tapi kami tidak mampu, dan lagi beliau juga perlu penghasilan untuk keluarga semoga Allah memudahkan urusan pemuda ini.

Tuan Syaikh Abdurrozzaq semoga dengan tulisan ini dan sampainya tulisan ini di hadapan anda semoga ada da’i atau ustadz yang mau ke tempat kami, dulu waktu kami menjadi misionaris kami bisa ke pelosok-pelosok tapi umat Islam yang kata anda rahmat semesta alam tidak ada yang bertahan ke pedalaman. Maka disisa umurku ini saya berharap bisa bertemu di surga kelak. Saya mempunyai penyakit kronis bisa saja setelah ini Allah mencabut nyawa saya, sekali lagi terimakasih untuk anda dan Islam.

Abdurrahman al-Islami
Muara Andeh, 15 Agustus 2014
Berikut ini pertanyaan mantan pendeta ketika Syaikh Abdurrozzaq mengisi di Jakarta : https://youtu.be/vDL3aFKHXO0?t=6719

Berikut ini scan surat mantan pendeta:

https://app.box.com/s/0wz2q7wujvqkb3jgikwxm9kwednl4j8s


Sabtu, 29 Agustus 2015

Rektor ITS: Kami tak Ingin ke ITS Karena Gelar, Tapi Karena Ridho Allah

“Jadikanlah masa studi di ITS ini sebagai bagian dari ibadah itu. Jika sudah demikian insya Allah mereka akan selamat dunia dan akhirat,” tukas Rektor ITS


Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Prof. Ir. Joni Hermana MSc (Putih) bersama Ustad Budi Ashari, LC, usai launching "Gerakan Shalah Subuh Berjamaah" di Masjid Manarul Ilmi ITS

Hidayatullah.com–Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Prof. Dr Ir. Joni Hermana MSc, mengingatkan para mahasiswa yang masuk ke ITS harus berniat mencari ridho Allah, bukan sekedar mencari gelar ataupun pekerjaan semata. Agar mereka kelak akan selamat dunia dan akhirat.

“Saya ingin Kalian melangkah ke ITS hanya karena Ridho Allah. Kami tak ingin ke ITS untuk mencari kerja atau karena ingin gelar. Ini agar kalian selamat dunia akhirat,” demikian pernyataan Rektor ITS Surabaya, Prof. Joni Hermana saat sambutan Grand Launching Gerakan Shalat Shubuh Berjama’ah di Masjid Manarul Ilmi, Sabtu (29/08/2015).

Tak lupa, di acara yang dihadiri tidak kurang dari 5000 orang ini Joni meminta maaf pada para mahasiswanya.

“Mohon maaf terpaksa di ujung 1/3 malam dan dingin ini kalian (mahasiswa ITS) hadir di sini. Saya juga mengucapkan selamat melawan rasa dingin ini, “ tambahnya.

Dalam sambutanya di depan mahasiswa dan masyarakat yang menghadiri acara ‘Gerakan Shalat Subuh Berjamaah’ ini Joni memberi alas an mengapa mengajak para mahasiswanya ikut menghidupkan shalat Subuh berjamaah di masjid. [Baca: Rektor ITS Launching ‘Gerakan Shalat Shubuh Berjamaah’ di Masjid]

“Kenapa harus shalat Subuh? Karena shalat Subuh berjamaah di Masjid seperti shalat qiyamul lail semalam suntuk.”

Menurut Joni, teramat banyak keistimewaan shalat Subuh yang dijanjikan Allah Subhanahu Wata’ala, yang bisa dilaksanakan para mahasiswanya. Semata-mata, katanya, agar para mahasiswanya bisa menuai berkah dan selamat dunia akhirat.

“Kenapa shalat Subuh? Karena banyak keistinewaan shalat Subuh ini. Kalau kalian tahu manfaat shalat Subuh, kalian akan datang meski merangkak,” ujar Joni mengutip sebuah hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam.

Mengejar Gelar Terlalu Kecil

Saat ditemui hidayatullah.com seusai acara, Guru Besar Teknik Lingkungan FTSP ITS mengatakan, melalui “Gerakan Shalat Shubuh Berjamaah” ini, ia ingin mahasiswa mempunyai misi ketika kuliah. Sehingga kehidupan yang dijalani menjadi barakah.

“Ketika mereka kuliah itu sebenarnya ada misi, tidak sekedar mengejar duniawi seperti gelar atau pekerjaan, itu terlalu kecil,” ujarnya.

Menurutnya, ada dimensi lain yang lebih luas, yakni dimensi akhirat. Sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an bahwa tujuan manusia diciptakan adalah semata untuk beribadah kepada Allah Subhanahu Wata’ala.

“Jadikanlah masa studi di ITS ini sebagai bagian dari ibadah itu. Jika sudah demikian insya Allah mereka akan selamat dunia dan akhirat,” tukasnya.

Selain itu, lanjut Prof. Joni, ia menginginkan mahasiswa mempunyai rasa persaudaraan dan persatuan yang kuat dan utuh satu dengan yang lainnya.

“Harapannya ini bisa menjadi kekuatan tersendiri dalam pengembangan karir mereka ke depan,” paparnya.

Saat ditanya mengenai sifat dari ‘Gerakan Shalat Shubuh Berjamaah’ ini, Prof. Joni mengatakan, bahwa gerakan ini merupakan hanya sebuah anjuran.

“Ini sifatnya trigger, kalau shalat shubuh sudah pasti wajib. Cuma kita ingin mengingatkan, lakukanlah di masjid,” jelas Guru Besar Teknik Lingkungan ini.

Prof. Joni menjelaskan, shalat shubuh dipilih karena di dalamnya terdapat banyak keutamaan-keutamaan bagi spiritualitas mahasiswa.

“Shalat shubuh itu menjadi acuan dari esensi spritual kita,” pungkasnya.

Acara ini dihadiri tidak kurang dari 5000 mahasiswa dari berbagai jurusan dan masyarakat sekitar. Mereka datang sebelum subuh hingga sempat membuat jalanan masuk ITS sempat macet.*/Yahya G. Nasrullah

Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.hidayatullah.com dan Segera Update aplikasi hidcom untuk Android . Install/Update Aplikasi Hidcom Android Anda Sekarang !
Mencetak Generasi Mujahid Subuh


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komunitas kebaikan yang aktif di sosial media semakin banyak bermunculan. Mereka yang fokus terhadap salah satu amalan ini memanfaatkan facebook, twitter dan whatsapp untuk merekrut ?anggota baru.

Menjamurnya komunitas kebaikan seperti Komunitas Pejuang Subuh, Tahajud Berantai, Puasa Daud, Odoj, Sedekah Harian dan banyak lagi komunitas lainnya yang juga menggunakan sosial media sebagai basis komunikasinya antara sesama anggota.

Misalnya latar belakang berdirinya Pejuang Subuh (PS) berawal dari cita-cita Rivani (Iman), Emanuel Hadi (Didot) dan Arisakti Prihatwono (Rico) yang ingin ramainya shalat subuh seramai shalat Jumat.

"Dimulainya tahun 2012 di medio Ramadhan, tepatnya di 2 Agustus 2012 tweet pertama dimuculkan," kata Arisakti Prihatwono, salah satu founder PS saat dihubungi Republika.co.id, beberapa waktu lalu.

Arisakti Prihatwono alias Rico meceritakan, ketika itu rekannya bernama Emanuel Hadi alias Didot heran kenapa pada waktu shalat subuh masjid kebanyakan para orang tua yang berada di masjid, bukan malah sebaliknya anak muda yang memenuhi barisan shalat ketika waktu subuh.


Gebrakan Awal 40 Hari


Untuk memulainya, Didot dibantu Iman (Rivani) dan juga Rico untuk menjalankan shalat subuh secara teratur. Definisi shalat teratur itu 40 hari tanpa putus shalat Subuh berjamaah di masjid.

"Akhirnya kita bersama-sama untuk bangunin orang lewat sosial media," ujar Arisakti.

Pertamanya yang menyarankan pejuang subuh aktif di media sosial adalah Felix Siauw. Untuk itu mereka bertiga berbagi tugas untuk mengaktifkan media sosial masing-masing. Dari beberapa media sosial hanya twitter yang memiliki respon positif terhadap pejuang subuh.

"Tidak disangka ternyata twitter cukup besar antusiasmenya," katanya.

Setelah beberapa bulan berjalan, tepatnya di bulan Desember 2012 tanggal 24-25 pas malam Natal komunitas Pejuang Subuh memutuskan untuk mengadakan pertemuan pertama untuk sesama angggotanya. Pertemuan itu dinamakan malam bina iman dan taqwa (Mabid) yang sekaligus mengajak followers untuk shalat subuh berjamaah selama 40 hari tanpa putus.

Pejuang subuh dan mujahid subuh memiliki visi dan misi. Pejuang Subuh yang merupakan sebuah komunitas visinya adalah shalat subuh seramai shalat Jumat, sementara visi Mujahid Subuh secara personal adalah istiqomah sampai khusunul khotimah.


Generasi Mujahid Subuh


Untuk melahirkan itu semua, kata dia, ada beberapa misi yang harus dijalankan. Pertama membangunkan mujahid subuh, mencetak mujahid subuh dan mempertahankan mujahid subuh.

"Agar sama-sama untuk berdakwah," kata Arisakti.

Shalat 40 hari berjamaah di masjid juga merupakan persyaratan bagi ikhwan yang ingin diangkat menjadi mujahid subuh dan untuk pejuang akhwat cukup shalat subuh selama 30 hari tanpa putus di rumah.

Rico yang juga berprofesi sebagai pengacara ini menyampaikan proses membangun sesama anggota dan keluarga untuk berjamaah shalat subuh merupakan dakwah yang mesti dijalankan setiap anggotanya.
"Terutama menjaga shalat subuh dari mujahid-mujahid sebelumnya, sehingga regenerasi tetap terjaga," katanya.

Ada tiga cara yang sudah ditetapkan di Pejuang Subuh untuk mempertahankan mujahid subuh. Yaitu dengan Belajar, Bekerja dan Berdakwah. Dalam hal belajar, Pejuang Subuh memiliki cita-cita kalau para mujahidnya dapat meraih gelar dokter dan profesor.

Sementara dalam hal bekerja, Pejuang Subuh berharap para mujahidnya tidak hanya sebagai pegawai yang biasa-biasa saja, akan tetapi mujahid subuh bisa menjadi pengambil keputusan dan kebijakan di perusahan swasta maupun pemerintah seperti di legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Dalam hal berdakwah minimal para mujahid bisa membangun anggota, keluarga dan sahabat dekatnya. Sehingga cita-cita mendapat istiqomah dan khusnul khatimah bisa tercapai.
Jadikan Tahlilan Sebagai Barometer Pancasilais adalah Pemikiran Sempit

Tahlilan adalah khilafiyah. Dan menjadikan masalah khilafiyah sebagai kriteria pancasilais adalah sikap yang justru tidak pancasilais


Sebagaian anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) adalah tokoh Muhammadiyah

Hidayatullah.com– Menjadikan ukuran seseorang itu pancasilasis atau tidak pancasilais dengan hanya suka tahlil atau tidak tahlil dinilai sebagai sebuah pemikiran yang sempit.  Demikian disampaikan pemerhati pemikiran Islam, Adnin Armas, MA.

“Ucapan Dr Aqil Siraj yang menyatakan jika anti tahlilan berarti pancasilanya diragukan menunjukkan pikirannya yang sempit,” tegas Adnin dalam rilisnya yang diterima hidayatullah.com, Sabtu (29/08/2015) pagi.

Pernyataan Adnin ini disampaikan guna menanggapi pemberitaan sebelulumnya,  dalam acara halaqah kebangsaan bertema “Pancasila Rumah Kita: Perbedaan adalah Rahmat” di Aula Gedung PBNU Lantai 8, Jakarta, Rabu (26/8/2015).

Dalam halaqah itu, Saiq Aqil sempat mengatakan bahwa orang yang tahlilan pancasilanyamantap, sedang yang anti tahlilan diragukan. [baca: Said Aqil: Kalau Anti Tahlilah Kita Ragukan Pncasilanya].

Menurut Adnin, pernyataan seperti itu hanya akan melukai hati bangsa Indonesia yang tidak mengamalkan tahlilan. Sebab, lanjutnya, banyak warga negara Indonesia yang tergabung dalam berbagai ormas seperti Muhammadiyah, Persis, al-Irsyad, Dewan Da’wah dan sebagainya yang tidak mengamalkan tahlilan.

Adnin menyebutkan bahwa banyak tokoh umat Islam baik itu yang dahulu maupun sekarang, yang tidak diragukan perjuangannya pada Indonesiaan tetapi mereka sekaligus tidak mengamalkan tahlilan.

“Misalnya, tokoh-tokoh bangsa dari Muhammadiyah termasuk yang merumuskan Pancasila adalah tokoh tokoh yang tidak mengamalkan tahlilan,” kata Adnin.

Ia menyebut beberapa nama pejuang kemerdekaan yang mayoritas adalah ulama dari Muhammadiyah.  Ia mencontohkan, Prof Dr Mr Raden Kasman Singodimejo, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Prof. KH. Abdul Kahar Mudzakkir yang terlibat langsung dalam Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junby Cosakai/BPUPKI).

Menurutnya, sispa yang berani meragukan nama-nama ini dalam pembelaan pada Negara dan Bangsa?

Lebih lanjut, menurut Adnin,  masalah tahlilan adalah khilafiyah. Dan menjadikan masalah khilafiyah sebagai kriteria pancasilais adalah sikap yang justru tidak pancasilais.

“Aqil tidak bijak menjadikan tahlilan sebagai barometer pancasilais,” pungkas Adnin.*

Rep: Ibnu Sumari
Editor: Cholis Akbar

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.hidayatullah.com dan Segera Update aplikasi hidcom untuk Android . Install/Update Aplikasi Hidcom Android Anda Sekarang !

Kamis, 27 Agustus 2015

Hari ini, dalam redup mentari pagi, mari kita renungkan puisi karya Khalil Gibran.
Dalam rangka 70 tahun Kemerdekaan RI, yang ber judul ‪#‎BangsaKasihan‬. Khalil Gibran adalah Pujangga Jordania, seabad silam.


BANGSA KASIHAN

Kasihan bangsa yang mengenakan pakaian yang tidak mereka tenun sendiri, makan roti dari gandum yang tidak mereka panen sendiri.

Dan minum anggur yang tidak mereka peram sendiri

Kasihan bangsa yang menjadikan orang dungu sebagai pahlawan, dan menganggap penindasan penjajah sebagai hadiah

Kasihan bangsa yang mengabaikan nafsu dalam mimpi2nya saat tidur, sementara menyerah saat bangun

Kasihan bangsa yang tak pernah angkat suara, kecuali ketika sedang berjalan di atas kuburan dan tak sesumbar kecuali di reruntuhan

Kasihan bangsa yang tak memberontak kecuali saat leher mereka sudah di antara pedang dan landasan

Kasihan bangsa yang negarawannya serigala, filsufnya gentong nasi, serta senimannya tukang tambal dan tukang tiru

Kasihan bangsa yang menyambut penguasa baru dengan terompet kehormatan namun melepasnya dengan cacian

Hanya untuk menyambut penguasa baru lainnya dengan terompet lagi

Kasihan bangsa yang orang sucinya dungu menghitung-hitung tahun-tahun berlalu, dan orang kuatnya masih dalam gendongan

Kasihan bangsa yang terpecah-pacah dan masing-masing pecahan menganggap dirinya sebagai bangsa

Rabu, 26 Agustus 2015

Ilham Habibie : Kemampuan Indonesia Membuat Pesawat Sudah Lengkap
Oleh : A Syafiq

Islamedia – Hari ini, Senin 17 Agustus 2015, tepat 70 Tahun Indonesia meraih kemerdekaan. Sebagai generasi penerus bangsa, banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengisi kemerdakaan ini yang diperjuangkan para pahlawan dengan mengorbankan jiwa dan raga.

Salah satu yang bisa dibanggakan dihari kemerdekaan ini adalah apa yang dilakukan Ilham Habibie, putra mantan Presiden RI ke 3, BJ Habibie ini, melalui PT Regio Aviasi Industri (RAI) akan memproduksi pesawat R-80.

R-80 merupakan pengembangan dari pesawat N250 buatan ayah beliau, Bacharudin Jusuf Habibie, dan saat ini sudah dimulai pengerjaan sejak 2013 lalu.

Ilham Habibie, yang juga Komisaris PT RAI mengatakan, pembuatan desain awal pesawat R-80 akan selesai pada tahun ini.

Saat selesainya fase awal akhir tahun nanti, PT RAI akan menentukan komponen-komponen yang akan dipakai oleh pesawat R-80. Pria yang lahir di Aachen, Jerman, itu mengatakan, komponen-komponen pesawat berkapasitas 80 penumpang tersebut hingga kini belum ditentukan.

Ilham menuturkan, pemilihan pesawat baling-baling untuk transportasi udara di Indonesia memiliki keuntungan tersendiri. Menurut dia, meskipun pesawat lebih lambat daripada pesawat bermesin jet, pesawat baling-baling lebih hemat dalam penggunaan bahan bakar.

Hal tersebut disesuaikan juga dengan kontur wilayah serta rute-rute di Indonesia yang cenderung pendek-pendek. Jadi, menurut dia, akan lebih efektif menggunakan pesawat berbaling-baling ketimbang pesawat bermesin jet. Demikian seperti dilansir viva.co.id, Senin (17/08/2015).

Perlu diketahui, pada tahun 1990-an Indonesia pernah berhasil mengembangkan industri Pesawat, lewat PT IPTN Indonesia memproduksi pesawat N250.

Namun pada tahun 1998 industri pesawat kebanggaan Indonesia ini dihentikan secara paksa karena keputusan politis yang diminta oleh International Monetary Fund (IMF).[islamedia/YL]
Mana yang Harus Diutamakan, Suami Menafkahi Istri atau Ibu Kandungnya?
Oleh : A Humaira


Assalamualaikum wr. Wb. Ustad/ustdzah saya Iva, wanita dan sudah menikah. Saya bekerja dan memiliki anak 1 masih balita. Saya ingin bertanya, bagaimana islam memandang apabila dalam rumah tangga istri harus memenuhi kebutuhan sendiri & anak, dikarenakan suami harus membyar cicilan pinjaman di bank & memberikan nafkah ke ibunya, sedangkan ibu mertua mampu & msih dapat nafkah dari bapak mertua & dari kakak ipar setiap bulannya. Suami takut ibunya marah jika tidak dikasih. Jadi suami tidak bisa menafkahi istri dan anak. Apakah dalam islam berdosa ustad/ustdzah ? Apakah islam memandang apabila tidak memberi nafkah ke ibunya, suami saya berdosa ? Apakah tidak bisa memberi nafkah istri dan anak termasuk mendzalimi istri & anak ? Mana yang harus didahulukan istri & anak atau ibunya? Sblm menikah saya seorang yatim & saya juga msih menjadi tulang punggung keluarga untuk menafkahi ibu saya dan adik saya sampai saat ini. Bagaimana islam memandang permasalahan ini, mhon jwabanya ustad/ustadzah. Sukron. Wassalam,

Jawaban

Assalamu alaikum wr.wb Alhamdulillahi Rabbil alamin. Washshalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbih ajmain. Amma ba’du:

Dalam Islam jelas bahwa seorang suami bertanggung jawab untuk memberikan nafkah kepada isteri dan anak-anaknya. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Alquran surat an-Nisa ayat 34 dan al-Baqarah 233.    Meskipun kondisi isteri mampu, berkecukupan, bahkan kaya, kewajiban untuk memberikan nafkah keluarga tetap menjadi tanggung jawab suami, kecuali kalau isteri ridha dg keadaan yang ada. Namun jika tidak, dan suami tetap tidak mau memberikan nafkah kepada isteri dan anak, maka sang suami berdosa. Rasul saw bersabda, “Cukuplah seseorang mendapat dosa jika ia menelantarkan orang yang menjadi tanggungannya.”

Selanjutnya seorang suami memang dituntut untuk memberikan nafkah kepada isteri dan anak, serta kepada kedua orang tuanya jika mereka berada dalam kondisi membutuhkan dan kekurangan. Kalau suami bisa memenuhi kebutuhan mereka semua, maka wajib baginya untuk memenuhi.    Namun jika penghasilan atau hartanya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan semua, maka harus ada prioritas. Yaitu yang harus didahulukan adalah isteri dan anak yang memang berada dalam tanggung jawab utamanya sebagai seorang suami. Hal ini berdasarkan sabda Rasul saw, “Mulailah dari dirimu dengan bersedekah (memberikan nafkah) untuknya. Lalu jika ada yang tersisa maka untuk keluargamu (isteri dan anakmu). Jika masih ada yang tersisa, maka untuk karib kerabatmu (orang tua, saudara dst), dan begitu seterusnya.”

Imam an-Nawawi berkata, “Apabila pada seseorang berhimpun orang-orang membutuhkan dari mereka yang harus ia nafkahi, maka bila hartanya cukup untuk menafkahi semuanya, ia harus menafkahi semuanya, baik yang dekat maupun yang jauh. Namun apabila sesudah ia menafkahi dirinya, yang tersisa hanya nafkah untuk satu orang, maka ia wajib mendahulukan isteri daripada karib kerabatnya yang lain…(Raudhah ath-Thalibin).

Melihat pada kasus Anda, hendaknya suami mendahulukan yang menjadi kewajibannya, yaitu menafkahi isteri dan anak. Jika kondisinya benar-benar tidak mampu menafkahi ibunya, maka suami tidak berdosa karena Allah tidak membebani seseorang di luar kemampuannya. Hanya saja, hal ini harus dibicarakan secara baik-baik disertai dg pemberian pemahaman. Kalau ibu masih tetap bersikeras untuk mendapat nafkah suami, sementara Anda sebagai isteri ridha demi untuk menjaga keutuhan dan kebahagiaan rumah tangga, maka Anda mendapatkan pahala yang besar insya Allah. Namun jika tidak ridha, Anda berhak untuk menuntut suami.   Semoga Allah memberikan keberkahan dan jalan keluar terbaik bagi Anda sekeluarga.

Wallahu a’lam.
KH Syuhada Bahri : Melawan Komunis, Umat Islam Harus Konsolidasi
Oleh : A Syafiq  - Kamis, 27 Agustus 2015


KH. Syuhada Bahri
Islamedia – Komunisme pada saat ini sudah mulai dirasakan, sejarah panjang pemberontakan komunis lewat PKI menjadi catatan kelam bangsa Indonesia.

Di Indonesia PKI memberontak pada tahun 1948 dan 1965 dan pada saat itu komunisme di Indonesia ditopang oleh Cina dan Uni Soviet.

Dalam catatan sejarah, komunisme dimana saja selalu melakukan makar, seperti pembantaian di Uni Soviet yang mengakibatkan korban yang berjatuhan mencapai jutaan orang.

Hal ini juga menjadi perhatian KH Syuhada Bahri, Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia.

“Sekarang ini negara sedang mengalami gonjang-ganjing politiki, PKI dalam hal ini selalu memanfaatkan masa seperti ini. Dalam hal ini semua komponen bangsa biasanya fokus ke kota untuk memikirkan persoalan tersebut. Nah, PKI mengambil kesempatan itu dengan masuk ke desa-desa yang “terlupakan” oleh pejabat-pejabat negara.” Ungkap KH Syuhada Bahri, seperti dilansir dari Panjimas, Rabu (26/8).

Jika diamati PKI sudah perlahan berani menampakkan batang hidungnya. Sel-selnya sudah mulai digerakan melalui seni dan budaya. menurut analisa bahwa saat ini orang PKI sedang melalukan test, apakah dengan gerakan PKI ini negara akan bersikap atau tidak.

Sementara itu Presiden Joko Widodo dalam pidato kenegaraannya yang lalu juga memberikan wacana akan meminta maaf terhadap korban HAM berat termasuk para korban PKI.

Hal ini membuat resah beberapa kalangan di TNI angkatan darat mulai resah. Sebab jika itu benar ditetapkan maka yang akan menjadi “tersangka” adalah dua yaitu TNI Angkatan Darat dan Islam. Makanya beberapa jenderal mulai fokus pada persoalan tersebut.

“Maka mewaspadai kebangkitan munculnya gerakan PKI bukan sebuah sikap berlebihan tetapi memang benar adanya”Ujar Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia ini.

Menurut KH Syuhada Bahri, ada beberapa hal yang harus disikapi dalam menghalau arus gelombang kebangkitan komunis.

Beberapa hal diantaranya yaitu, pertama umat Islam harus segera melakukan konsolidasi organisasi. Kedua harus ada langkah edukasi turun kebawah. Dan yang ketiga melakukan advokasi.[islamedia/YL]
Menggugat “Madzhab Kekuasaan’ dalam ‘Fikih Kebhinekaan’ Versi ‘Islam Nusantara’

Pernyataan Jokowi, “Islam kita adalah ‘Islam Nusantara’, Islam yang penuh sopan santun, Islam yang penuh tata krama, itulah ‘Islam Nusantara’, Islam yang penuh toleransi,” menunjukkan ketidakmengertiannya tentang Islam


Presiden Direktur Mizan Group Haidar Bagir [kiri] dan Pendeta Romo Magnis Susena [baju putih], berfoto bersama usai peluncuran buku berjudul "Fikih Kebinekaaan" di Gedung PP Muhammadiyah, Jakarta, Kamis (20/08/2015)


Oleh : Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, SH, MH, MM.

KATA Nusantara tercatat pertama kali dalam literatur berbahasa Jawa Pertengahan (Abad ke-12 hingga ke-16) untuk menggambarkan konsep kenegaraan yang dianut Majapahit. Nusantara berasal dari dua kata bahasa Sanskerta, yaitu Nusa yang berarti “pulau” dan Antara yang berarti “luar”.

Jadi, pada awalnya kata Nusantara itu menunjuk pada “pulau lain” di luar Jawa dan merupakan daerah taklukan Majapahit. Ide penyatuan pulau-pulau di luar Jawa di bawah kekuasaan Majapahit inilah yang mendorong Majapahit melakukan ekspansi kekuasaan.

Dapat dikatakan di sini, bahwa kata Nusantara lahir dalam konteks ekspansi kekuasaan di bawah kekuasaan absolut sang Raja. Barulah pada masa kekinian, Nusantara diartikan sebagai keterhubungan antar pulau, bukan sebaliknya.

Sedangkan dalam Islam, kekuasaan bukan suatu hal yang absolut. Kekuasaan diatur dan di bawah ketentuan syariat Islam. Syariat Islam juga tidak mengenal batas-batas yuridiksi kedaulatan negara dalam konteks modern sekarang.

Jelasnya, Islam tidak mengenal teritorial. Islam itu satu dan merujuk pada yang satu (sama) yaitu Al-Qur’an dan As-Sunah.

‘Islam Nusantara’ sebagaimana sedang digalakkan oleh pemerintah menunjuk kepada suatu target besar, yakni menghadirkan pemerintahan yang lebih prima dibandingkan dengan sistem ajaran keagamaan Islam.

Dengan demikian, dimunculkanlah istilah baru “‘Fikih Kebhinekaan’” yang menjunjung tinggi kekuasaan negara. Ide ‘Islam Nusantara’ yang sedang digalakkan ini, bukan tidak mungkin akan melahirkan suatu ‘Madzhab Kekuasaan’ dalam rangka melanggengkan rezim yang berkuasa.

Jika Patih Gadjah Mada menyatakan dalam Sumpah Palapanya akan mengalahkan “pulau-pulau lain”, maka konsep ‘Islam Nusantara’ akan menegasikan ajaran Islam yang tidak sejalan dengan pemikiran kaum Liberalis. Kaum Liberalis inilah yang akan menjadikan ‘Islam Nusantara’ melalui ‘Fikih Kebhinekaan’ sebagai ‘Madzhab Kekuasaan’.

Ajaran Islam tentang ketatanegaran tidak lagi dilihat sebagai suatu kebutuhan. Madzhab Kekuasaan itulah yang menjadi pilar bagi penguasa di Nusantara. Menjadi sama persis dengan tujuan ekspansi Patih Gadjah Mada. Gagasan ‘Islam Nusantara’, sejatinya adalah didasarkan kepada kepentingan politis kaum liberalis yang memang terkenal “arogan dalam pemikiran”, menembus batas-batas toleransi intelektual.

Pernyataan Jokowi, “Islam kita adalah ‘Islam Nusantara’, Islam yang penuh sopan santun, Islam yang penuh tata krama, itulah ‘Islam Nusantara’, Islam yang penuh toleransi,” menunjukkan ketidakmengertiannya tentang Islam. Pernyataan itu seolah-olah ingin mengatakan bahwa Islam di luar Nusantara, tidak mengedepankan sopan santun, tata karma, dan tidak ada toleransi. Toleransi yang dimaksudkan dalam konsep ‘Islam Nusantara’ tidak lain mengacu kepada pemikiran HAM versi Barat yang memang mengusung kebebasan (liberty) secara absolut. Banyak pihak yang memang diuntungkan dengan konsep ‘Islam Nusantara’ ini. Di bawah ‘Islam Nusantara’, semua pemikiran dan aliran sesat memiliki hak yang sama, tanpa ada pelarangan.

Menjadi jelas, bahwa apa yang diperjuangkan dalam gagasan ‘Islam Nusantara’ sebenarnya adalah untuk menjadikan sistem ketatanegaraan Indonesia ke arah kekuasaan belaka. Penguasa akan sangat dikuatkan dengan konsep ‘Islam Nusantara’ melalui ‘Fikih Kebhinekaan’ itu. Ciri khas ‘Madzhab Kekuasaan’ adalah menjadikan hukum positif (Undang-undang) sebagai landasan kekuasaan.

Di luar undang-undang bukanlah hukum. Undang-undang yang dihasilkan dalam proses di legislatif juga harus mengacu kepada ‘Fikih Kebhinekaan’ vesi kaum Liberalis, yang menampung berbagai pemikiran-pemikiran sesat.

Keberlakuan syariat Islam yang benar sudah tidak lagi menjadi dasar pemikiran dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Rasio berada di depan dan menjadi “panglima” dalam pengambilan keputusan. Upaya perjuangan “NKRI bersyariah” akan semakin dihadapkan dengan ‘Fikih Kebhinekaan’ karya kaum Liberalis yang berkolaborasi dengan kaum Sekularis, Pluralis dan penganut aliran sesat.

Di sisi lain, rezim juga diuntungkan dengan penguatan kaum Sepilis dan Aliran Sesat ini. Tidak ada kata sepakat untuk menjadikan Indonesia sebagai ‘Islam Nusantara’. Islam lebih mulia dibandingkan dengan Nusantara.

Nusantara adalah salah satu wilayah berlakunya hukum Islam. Sepantasnya, Nusantara yang harus menyesuaikan diri dengan nilai-nilai Islam, bukan sebaliknya. “Islam Yes”, “Nusantara Oke”, tetapi “‘Islam Nusantara’ No”.*

Penulis Anggota Komisi Kumdang MUI Pusat & Ketua TAM-NKRI


Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.hidayatullah.com dan Segera Update aplikasi hidcom untuk Android . Install/Update Aplikasi Hidcom Android Anda Sekarang !

Topik: fikih kebhinekaan, islam, Islam Nusantara, Joko widodo, Jokowi

Senin, 24 Agustus 2015

Inilah Alasan Mengapa Indonesia Tidak Boleh Kaya


Oleh: Adi Abdillah, S.IP,

PEMBACA yang baik, tahukah Anda apa alasan Belanda menjajah Indonesia? Mereka dengan keji menjajah kita, dikarenakan Indonesia adalah Negara yang kaya akan hasil bumi. Kaya akan kopi, teh, lada, cengkeh dan tanaman palawija lainnya. Hampir di seluruh wilayah Indonesia disinari matahari. Sehingga, segala jenis tanaman atau pepohonan mudah tumbuh di bumi pertiwi ini. Kita adalah Negara yang hanya bermodal “Sinar matahari” namun sudah cukup untuk membuat bangsa ini makmur. Bandingkan Negara Arab yang tandus, hanya pasir dan bebatuan.

Air pun di sana sangat langka. Makanya setiap kali saya ke tanah Arab, saya banyak melihat mobil bagus-bagus, masih pada baru, namun warnanya “bluduk” alias burem bin kotor bin dekil. Mengapa? Karena air susah disana. Namun beruntungnya mereka, karena disana ada Ka’bah dan Makam Nabi SAW, sehingga kedua tempat itu menjadi magnet luar biasa yang mampu menyedot jutaan manusia di seluruh dunia hingga mampu mendatangkan devisa yang luar biasa dahsyatnya.

Kembali ke tanah air kita. Dengan bermodal sinar matahari tadi, Negara kita sangat subur sekali. Bahkan dalam syair lagunya Koes Ploes, Tongkat kayu saja, jika ditancapkan ke tanah bisa jadi tanaman. Inilah yang menarik Kompeni Belanda untuk mendaratkan kapal-kapalnya ke Indonesia. Andai Indonesia miskin, tentulah mereka tidak mau menjajah Nusantara tercinta ini. Nah, sekarang kita sudah tahu bahwa kita ini adalah Negara yang sangat kaya. Namun mengapa bangsa Indonesia tidak juga kaya? Mengapa hutang luar negeri kita jumlahnya tidak karuan banyaknya? Ini tidak lain karena penjajahan tahap kedua sedang berlangsung di Negara kita. Jika penjajahan secara fisik, kita sudah merdeka, namun penjajahan ekonomi inilah yang terus berlangsung.

Pintarnya Negara-negara Barat adalah mereka mendekati para penguasa kita yang gila harta dan kekuasaan itu. Mereka rela menjual asset bangsa untuk bangsa lain. Katanya “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkadung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” Nyatanya?

Ratusan mata air di Indonesia, yang airnya jernih itu, sudah dikuasai oleh Prancis melalui perusahaannya, salah satu produknya sering kita minum. Kok bisa ya? Prancis menguasai ratusan sumber mata air di Indonesia? Padahal yang punya mata air itu kita… bangsa Indonesia. kok Prancis yang kaya? Kita yang punya resources, tapi Prancis yang menikmati. Ibaratnya, kita yang punya kos-kosan, tapi orang yang nyewa kos di tempat kita, malah dia yang kaya dan dapet uangnya. kok bisa?

Contoh lagi emas. Papua termasuk salah satu daerah penghasil emas terbesar di dunia. Namun emasnya dibawa ke Amerika, limbahnya di buang ke Papua. Yang punya emas adalah kita, yang kaya adalah Amerika. Belum lagi minyak, batu bara, nikel dan sebagainya. Yang menyedihkan lagi adalah, setiap kali para dosen kita, serta para peneliti kita hendak membuat penelitian tentang energy alternative biodesel dari buah jarak, maka bantuan dana untuk penelitian itu mudah sekali cairnya.

Namun kalau yang diteliti adalah bagaimana membuat energy alternative berbahan minyat sawit, maka satu institusipun milik pemerintah tidak ada yang mau mengucurkan dananya. Mengapa? Karena mereka tahu, Indonesia itu salah satu penghasil sawit terbesar di dunia. Kalau kita bisa bikin energy terbarukan dari minyak sawit, maka habislah Negara-negara lain. Mereka akan berbondong-bondong beli di Indonesia, dan produk Minyak luar negeri gak laku.

Kita bisa mencukupi diri kita sendiri dengan kekayaan alam kita. Jadi saya istilahkan.. kita ini seperti anak ayam yang kelaparan di lumbung padi. Kemiskinan yang terjadi di Indonesia ini adalah penjajahan tersrtuktur yang harus dilawan. Jika kita diam dan bungkam, selamanya akan seperti ini. Jika para penguasa di Indonesia optimal dalam mengelola kekayaan negeri ini dengan amanah, maka seluruh dunia akan belanja beli produk-produk di Indonesia. Disitulah kita akan mulai Berjaya menjadi macan Asia bahkan dunia.

Bagi mereka, jika Indonesia kaya, ini berbahaya bagi perekonomian mereka., karena kita adalah pasar mereka. Mereka sengaja membuat kita menjadi konsumen terus, jangan sampai jadi produsen. Namun sepertinya memang sengaja kita dibikin begini terus, agar kita yang selalu belanja produk-produk asing. Mereka (Negara-negara barat) adalah produsen dan pedagang yang tambah kaya, sementara kita belanja terus, ngabis-ngabisin kekayaan. Padahal barang-barang yang kita beli ini bahan dasarnya dari bumi kita sendiri. Oh mirisnya bangsa ini. []
Seajarah dan Pemikiran Al-Asy'ariyah dan Al-Maturidiyah

A. Sejarah Berdiri dan Berkembangnya Al-Asy'ariyah

1. Sejarah Aliran Al-Asy'ariyah

Nama lengkap Al-asy’ari adalah Abu al-Hasan Ali bin Ismail bin Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al-asy’ari. Ia lahir di Bashrah pada tahun 260H/875M. Ketika berusia 40 tahun, ia hijrah ke kota Bagdad dan wafat di sana pada tahun 324H/935M. [2]

Gerakan Al-Asy’ariah mulai pada abad ke-4.Ia terlibat dalam konflik dengan kelompok-kelompok lain, khususnya Mu’tazilah. Dalam konflik keras ini ,al-Baqilani memberikan andil besar.ia di anggap sebagai pendiri kedua aliran Asy’ariah. Permusuhan I ni mencapai puncaknya pada abad ke-5 H atas prakarsa Al-kundari (456 H = 1064M), yang membela Mu’tazilah.Di khurasan  ia mengorbankan fitnah yang berl;angsung selama 10 th. Tragedi ini menyebabkan imam al-Haramain menyinggir ke jihaz.sejumlah tokoh besar dari aliran Al-Asy’ariah di penjarakan, termasuk al-Qusyairi (466 H=1074M)sang sufi yang menulis risalah yang berjudul Syikayah al-Sunnah di Hikayah ma Nalahum min al-Mihnah.

Hingga hari ini, pendapat Al-Asy’ariah masih tetap menjadi akidah  Ahl al-Sunnah. Pendapatnya sangat dekat dengan pendapat al-Maturidi yang satu saat pernah di tentang karena persaingan dalam masalah fiqih, karena ia mewakili orang-orangSyafi’iyah  dan malikiyah mendominasi pendapat Al-Asy’ariyah.

2. Tokoh-tokoh Dalam Aliran Al-Asy'ariyah

a. Abu Hasan Al-Asy’ari
b. Abu Bakar Al-Baqillani (403 H = 1013 M)
c. Imam Al-Haramain (478 H = 1058 M)
d. Al-Ghazali (505 H = 1111 M)
e. Al-Syahrastani (548 H = 1153 M)
f. Fakhr Al-Din Al-Razi (606 H=1209 M)
3. Metode Asy’ariah

Madzhab asy’ari bertumpu pada al-Qur’an dan al-sunnah.Mereka mata teguh memegangi al-ma’sur.”Ittiba”lebih baik dari pada ibtida’(Membuat bid’ah).

Dalam mensitir ayat dan hadist yang hendak di jadikan argumentasi, kaum Asy’ariah bertahap, yang ini merupakan pola sebelumnya sudah di terapkan oleh Asy’ariah. Biasanya mereka mengambil makna lahir dari anas (Teks al-quran dan al-Hadist), mereka berhati-hati tidak menolak penakwilan sebab memang ada nas-nas tertentu yang memiliki pengertian sama yang tidak bias di ambil dari makna lahirnya, tetapi harus di takwilkan untuk mengetahui pengertian yang di maksud.

Kaum asy’ariah juga tidak menolak akal, karena bagaimana mereka akan menolak akal padahal Allah menganjurkan agar Ummat islam melakukan kjian rasional.

Pada prinsipnya kaum Asy’ariah tidak memberikan kebebasan sepenuhnya kepada akal seperti yang di lakukan kaum mu’tazilah, sehingga mereka tidak memenangkan dan menempatka akal di dalam naql (teks agama).akal dan nql saling membutuhkan.naql bagaikan matahari sedangkan akal laksana mata yang sehat.dengan akal kita akan bias meneguhkan naql dan membela agama.[3]


4. Pandangan-pandangan Asy’ariah

Adapun pandangan-pandangan Asy’ariyah yang berbeda dengan Muktazilah, di antaranya ialah:

Bahwa Tuhan mempunyai sifat. Mustahil kalau Tuhan mempunyai sifat, seperti yang melihat, yang mendengar, dan sebagainya, namun tidak dengan cara seperti yang ada pada makhluk. Artinya harus ditakwilkan lain.
Al-Qur’an itu qadim, dan bukan ciptaan Allah, yang dahulunya tidak ada.
Tuhan dapat dilihat kelak di akhirat, tidak berarti bahwa Allah itu adanya karena diciptakan.
Perbuatan-perbuatan manusia bukan aktualisasi diri manusia, melainkan diciptakan oleh Tuhan.
Keadilan Tuhan terletak pada keyakinan bahwa Tuhan berkuasa mutlak dan berkehendak mutlak. Apa pun yang dilakukan Allah adalah adil. Mereka menentang konsep janji dan ancaman (al-wa’d wa al-wa’id).
Mengenai anthropomorfisme, yaitu memiliki atau melakukan sesuatu seperti yang dilakukan makhluk, jangan dibayangkan bagaimananya, melainkan tidak seperti apa pun.
Menolak konsep tentang posisi tengah (manzilah bainal manzilataini)[4], sebaba tidak mungkin pada diri seseorang tidak ada iman dan sekaligus tidak ada kafir. Harus dibedakan antara iman, kafir, danperbuatan.
Berkenaan dengan lima dasar pemikiran Muktazilah, yaitu keadilan, tauhid, melaksanakan ancaman, antara dua kedudukan, dan amar maksruf nahi mungkar, hal itu dapat dibantah sebagai berikut :

Arti keadilan, dijadikan kedok oleh Muktazilah untuk menafikan takdir. Mereka berkata, “Allah tak mungkin menciptakan kebururkan atau memutuskannya. Karena kalau Allah menciptakan mereka lalu menyiksanya, itu satu kezaliman. Sedangkan Allah Maha-adil, tak akan berbuat zalim.

Adapun tauhid, mereka jadikan kedok untuk menyatakan pendapat bahwa Al-Qur’an itu makhluk. Karena kalau ia bukan makhluk, berarti ada beberapa sesuatu yang tidak berawal. Konsekuensi pondasi berpikir mereka yang rusak ini bahwa ilmu Allah, kekuasaan-Nya, dan seluruh sifat-Nya adalah makhluk. Sebab kalau tidak akan terjadi kontradiksi.

Ancaman menurut Muktazilah, kalau Allah sudah memberi ancaman kepada sebagian hamba-Nya, Dia pasti menyiksanya dan tak mungkin mengingkari janji-Nya.[5] Karena Allah selalu memenuhi janji-Nya. Jadi, menurut mereka, Allah tak akan memafkan dan memberi ampun siapa saja yang Dia kehendaki.

Adapun yang mereka maksud dengan di antara dua kedudukan bahwa orang yang melakukan dosa besar tidak keluar dari keimanan, tapi tidak terjerumus pada kekufuran. Sedangkan konsep amar makruf nahi mungkar menurut Muktazilah ialah wajib menyuruh orang lain dengan apa yang diperintahkan kepada mereka. Termasuk kandungannya ialah boleh memberontak kepada para pemimpin dengan memeranginya apabila mereka berlaku zalim.

5. Pemikiran Al-Asy’ari dalam Masalah akidah

Ada tiga periode dalam hidupnya yang berbeda dan merupakan perkembangan ijtihadnya dalam masalah akidah yaitu :

a. Periode Pertama

Beliau hidup di bawah pengaruh Al-Jubbai, syaikh aliran Muktazilah. Bahkan sampai menjadi orang kepercayaannya. Periode ini berlangsung kira-kira selama 40-an tahun. Periode ini membuatnya sangat mengerti seluk-beluk akidah Muktazilah, hingga sampai pada titik kelemahannya dan kelebihannya.

b. Periode Kedua

Beliau berbalik pikiran yang berseberangan paham dengan paham-paham Muktazilah yang selama ini telah mewarnai pemikirannya. Hal ini terjadi setelah beliau merenung dan mengkaji ulang semua pemikiran Muktazilah selama 15 hari. Selama hari-hari itu, beliau juga beristikharah kepada Allah untuk mengevaluasi dan mengkritik balik pemikiran akidah muktazilah.

c. Periode Ketiga

Pada periode ini beliau tidak hanya menetapkan 7 sifat Allah, tetapi semua sifat Allah yang bersumber dari nash-nash yang shahih. Kesemuanya diterima dan ditetapkan, tanpa takyif, ta'thil, tabdil, tamtsil dan tahrif. Beliau pada periode ini menerima bahwa Allah itu benar-benar punya wajah, tangan, kaki, betis dan seterusnya.

6. Doktrin-Doktrin Teologi Al- Asy’ary

Corak pemikiran yang sintesis ini menurut Watt, barangkali dipengaruhi teologi kullabiah (teologi Sunni yang dipelopori Ibn Kullab (w 854 M).[6] Pemikiran-pemikiran Al-asy’ari:

a) Tuhan dan sifat-sifatnya

Al-asy’ari dihadapkan pada dua pandangan ekstrim. Dengan kelompok mujasimah (antropomorfis) dan kelompok musyabbihah yang berpendapat, Allah mempunyai semua sifat yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan sunnah, dan sifat-sifat itu harus difahami menurut harti harfiyahnya. Kelompok mutazilah berpendapat bahwa sifat-sifat Allah tidak lain adalah esensi-esensinya. Al-asy’ari berpendapat bahwa Allah memang memiliki sifat-sifat itu, seperti mempunyai tangan dan kaki dan ini tidak boleh diartikan secara hartiah, sifat-sifat Allah itu unik sehingga tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip.

b) Kebebasan dalam berkehendak (free will)

Dari dua pendapat yang ekstrim, yakni jabariah dan fatalistic dan penganut faham pradterminisme semata-mata dan mutazilah yang menganut faham kebebasan mutlak dan berpendapat bahwa manusia menciptakan perbuatannya sendiri[7]. Al-asy’ari membedakan antara khaliq dan kasb. Menurutnya, Allah adalah pencipta (khaliq) perbuatan manusia, sedangkan manusia sendiri yang mengupayakannya (muktasib), hanya Allah lah yang mampu menciptakan segala sesuatu (termasuk keinginan manusia).

c) Akal dan wahyu dan kriteria baik dan buruk

Walaupun Al-asy’ari dan orang-orang mutazilah mengakui pentingnya akan dan wahyu, mereka berbeda dalam menghadapi persoalan yang memperoleh penjelasan kontradiktif dari akal dan wahyu. Al-asy’ari mengutamakan wahyu, sementara mutazilah mengutamakan akal.

d) Qadimnya Al-Qur'an

Mutazilah mengatakan bahwa Al-Qur'an diciptakan (makhluk) sehingga tak qadim serta pandangan mazhab Hambali dan Zahiriah yang mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah kalam Allah (yang qadim dan tidak diciptakan). Zahiriah bahkan berpendapat bahwa semua huruf, kata dan bunyi Al-Qur'an adalah qadim[8]. Dalam rangka mendamaikan kedua pandangan yang saling bertentangan itu Al-asy’ari mengatakan bahwa walaupun Al-Qur'an terdiri atas kata-kata, huruf dan bunyi, semua itu tidak melekat pada esensi Allah dan karenanya tidak qadim.

e) Keadilan

Pada dasarnya Al-asy’ari dan mutazilah setuju bahwa Allah itu adil. Al-asy’ari tidak sependapat dengan mutazilah yang mengharuskan Allah berbuat adil sehingga ia harus menyiksa orang yang salah dan memberi pahala kepada orang yang berbuat baik. Menurutnya, Allah tidak memiliki keharusan apapun karena ia adalah penguasa mutlaq. Dengan demikan jelaslah bahwa Mu’tazilah mengartikan keadailan dari misi manusia yang memiliki dirinya, sedangkan Al-Asy’ari dari visi bahewa Allah adalah pemilik mutlak.

f) Kedudukan orang berdosa

Al-asy’ari menolak ajaran posisi menengah yang di anut Mu’tazilah.[9]mengingat kenyataan bahwa iman merupakan lawan kufr., predikat bagi seseorang haruslah salah satunya. Jika tidak mukmin ia kafir. Oleh karena itu, al-asy’ari berpendpat bahwa mukmin yang berbuat dosa besar adalah mukmin yang fasik, sebab iman tidak mungkin hilang karena dosa selain kufr.

7.  Penyebaran Akidah Asy-'ariyah

Akidah ini menyebar luas pada zaman wazir Nizhamul Muluk pada dinasti bani Saljuq dan seolah menjadi akidah resmi negara. Paham Asy’ariyah semakin berkembang lagi pada masa keemasan madrasah An-Nidzamiyah, baik yang ada di Baghdad maupun di kota Naisabur. Madrasah Nizhamiyah yang di Baghdad adalah universitas terbesar di dunia. Didukung oleh para petinggi negeri itu seperti Al-Mahdi bin Tumirat dan Nuruddin  Mahmud Zanki serta sultan Shalahuddin Al-Ayyubi.

8.   Dasar-Dasar Pemikiran Al-Asy’ari Dalam Akidah.

a. Periode Pertama

pada periode  ini berlangsung kira-kira selama 40-an tahun. Periode ini membuatnya sangat mengerti seluk-beluk akidah Muktazilah, hingga sampai pada titik kelemahannya dan kelebihannya.

b. Periode kedua

pada periode ini adalah beliau menetapkan 7 sifat untuk Allah lewat logika akal, yaitu: Al-Hayah (hidup) ,Al-Ilmu (ilmu) ,Al-Iradah (berkehendak) ,Al-Qudrah (berketetapan), As-Sama' (mendengar), Al-Bashar (melihat),Al-Kalam (berbicara)

c. Periode ketiga : pada periode ini menerima bahwa Allah itu benar-benar punya wajah, tangan, kaki, betis dan seterusnya. Beliau tidak melakukan:

Takyif: menanyakan bagaimana rupa wajah, tangan dan kaki Allah
Ta'thil: menolak bahwa Allah punya wajah, tangan dan kaki
Tamtsil: menyerupakan wajah, tangan dan kaki Allah dengan sesuatu
Tahrif: menyimpangkan makna wajah, tangan dan kaki Allah dengan makna lainnya.
B. Sejarah Berdiri dan Berkembangnya Al- Maturidiyah

1. Definisi Aliran Maturidi

Berdasarkan buku Pengantar Teologi Islam, aliran Maturidiyah diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin Muhammad. Di samping itu, dalam buku terjemahan oleh Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib menjelaskan bahwa pendiri aliran maturidiyah yakni Abu Manshur al-Maturidi, kemudian namanya dijadikan sebagai nama aliran ini.[10]

Maturidiyah adalah aliran kalam yang dinisbatkan kepada Abu Mansur  al-Maturidi yang berpijak kepada penggunaan argumentasi dan dalil aqli kalami dalam membantah penyelisihnya seperti Mu’tazilah, Jahmiyah dan lain-lain untuk menetapkan hakikat agama dan akidah Islamiyyah. Sejalan dengan itu juga, aliran Maturidiyah merupakan aliran teologi dalam Islam yang didirikan oleh Abu Mansur Muhammad al-Maturidiyah dalam kelompok Ahli Sunnah  Wal Jamaah yang merupakan ajaran teknologi yang bercorak rasional.

2. Sejarah Aliran Maturidi

Abu Manshur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi. Ia dilahirkan di sebuah kota kecil di daerah Samarkan yang bernama Maturid, di wilayah Trmsoxiana di Asia Tengah, daerah yang sekarang disebut Uzbekistan. Tahun kelahirannya tidak diketahui pasti, hanya diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-3 hijriyah. Ia wafat pada tahun 333 H/944 M[11]. gurunya dalam bidang fiqih dan teologi yang bernama Nasyr bin Yahya Al-Balakhi, ia wafat pada tahun 268 H. al-Maturidi hidup pada masa khalifah Al-Mutwakil yang memerintah pada tahun 232-274 H/847-861 M. Karir pendidikan Al-Maturidi lebih dikonsentrasikan untuk menekuni bidang teologi dari pada fiqih. Pemikiran-pemikirannya banyak dituangkan dalam bentuk karya tulis, diantaranya adalah kitab Tauhid, Ta’wil Al-Qur'an Makhas Asy-Syara’I, Al-jald, dll. Selain itu ada pula karangan-karangan yang diduga ditulis oleh Al-Maturidi yaitu Al-aqaid dan sarah fiqih.

Al-Maturidiah merupakan salah satu sekte Ahl-al-sunnah al-Jamaah, yang tampil dengan Asy’ariyah.Maturidiah da Asy’ariyah di lahirkan oleh kondisi social dan pemikiran yang sama.kedua aliran ini datang untuk memenuhi kebutuhan mendesak yng menyerukan untuk menyelamatkan diri dari ekstriminasi kaum rasionalis,dimana yang berada di paling depan adalah kaum mu’tazilah,maupun ekstrimitas kaum tekstualitas di mana yang berada di barisan paling depan adalah kaum Hanabilah.

3. Tokoh-Tokoh dan Ajarannya

Tokoh yang sangat penting dari aliran Al-Maturidiyah ini adalah Abu al- Yusr Muhammad al-Badzawi  yang lahir pada tahun 421 Hijriyah dan meninggal pada tahun 493 Hijriyah.Ajaran-ajaran Al-Maturidi yang  dikuasainya adalah karena neneknya adalah murid dari Al-Maturidi.

Al-Badzawi   sendiri   mempunyai   beberapa   orang   murid,   yang   salah  satunya adalah Najm al-Din  Muhammad  al-Nasafi  (460-537   H),  pengarang buku al-‘Aqa’idal Nasafiah.[12]

Seperti Al-Baqillani dan Al-Juwaini, Al-Badzawi tidak pula selamanya  sepaham dengan Al-Maturidi. Antara kedua pemuka aliran Maturidiyah  ini, terdapat perbedaan paham sehingga boleh dikatakan bahwa dalam aliran Maturidiyah terdapat dua golongan, yaitu golongan Samarkand yang mengikuti paham-paham  Al-Maturidi dan golongan  Bukhara  yang mengikuti paham-paham Al-Badzawi.

4. Doktrin-doktrin Aliran Al-Maturidi

a.       Akal dan wahyu

Dalam pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada Al-Qur'an dan akal dalam bab ini ia sama dengan Al-asy’ari.  Menurut Al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Kemampuan akal dalam mengetahui dua hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam usaha memperoleh pengetahuan dan keimanannya terhadap Allah melalui pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaannya. Kalau akal tidak mempunyai kemampuan memperoleh pengetahuan tersebut, tentunya Allah tidak akan menyuruh manusia untuk melakukannya. Dan orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti meninggalkan kewajiban yang diperintah ayat-ayat tersebut. Namun akal menurut Al-Maturidi, tidak mampu mengetahui kewajiban-kewajiban lainnya.

Dalam masalah baik dan buruk, Al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik dan buruk sesuatu itu terletak pada suatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syari’ah hanyalah mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu. Dalam kondisi demikian, wahyu diperoleh untuk dijadikan sebagai pembimbing. Al-Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga macam, yaitu:

1.      Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu.

2.       Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebutuhan sesuatu itu

3.      Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk ajaran wahyu.[13]

Jadi, yang baik itu baik karena diperintah Allah, dan yang buruk itu buruk karena larangan Allah. Pada korteks ini, Al-Maturidi berada pada posisi tengah dari Mutazilah dan Al-Asy’ari.

b. Perbuatan manusia

Menurut Al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaannya. Dalam hal ini, Al-Maturidi mempertemukan antara ikhtiar sebagai perbuatan manusia dan qudrat Tuhan sebagai pencipta perbuatan manusia. Dengan demikian tidak ada peretentangan antara qudrat tuhan yang menciptakan perbuatan manusia dan ikhtiar yang ada pada manusia. Kemudian karena daya di ciptakan dalam diri manusia dan perbuatan yang di lakukan adalah perbuatan manusia sendiri dalam arti yang sebenarnya, maka tentu daya itu juga daya manusia.[14]

c. Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan.

Menurut Al-Maturidi qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang (absolut), tetapi perbuatan dan kehendaknya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkannya sendiri.

d.       Sifat Tuhan

Dalam hal ini faham Al-Maturidi cenderung mendekati faham mutzilah. Perbedaan keduanya terletak pada pengakuan Al-Maturidi tentang adanya sifat-sifat Tuhan, sedangkan mutazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan.

e.   Melihat Tuhan

Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini diberitahukan oleh Al-Qur'an, antara lain firman Allah dalam surat Al-Qiyamah ayat 22dan 23. namun melihat Tuhan, kelak di akherat tidak dalam bentuknya (bila kaifa), karena keadaan di akherat tidak sama dengan keadaan di dunia.

f.    Kalam Tuhan

Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalam nafsi (sabda yang sebenarnya atau kalam abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baharu (hadist). Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya bagaimana allah bersifat dengannya (bila kaifa) tidak di ketahui, kecuali dengan suatu perantara.[15]

g.   Perbuatan manusia

Menurut Al-Maturidi, tidak ada sesuatu yang terdapat dalam wujud ini, kecuali semuanya atas kehendak Tuhan, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri. Oleh karena itu, tuhan tidak wjib beerbuat ash-shalah wa-al ashlah (yang baik dan terbaik bagi manusia).  setiap perbuatan tuhan yang bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang di bebankan kepada manusia tidak lepas dari hikmah dan keadilan yang di kehendaki-Nya. Kewajiban-kewajiban tersebut adalah :

· Tuhan tidak akan membebankan kewajiban-kewajiban kepada manusia di luar kemampuannya karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan, dan manusioa juga di beri kemerdekaan oleh tuhan dalam kemampuan dan perbuatannya.

· Hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena merupakan tuntunan keadilan yang sudah di tetapkan-Nya.

h.   Pelaku dosa besar

Al-Maturidi berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena tuhan sudah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya.kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang yang berbuat dosa syirik.dengan demikian, berbuat dosa besar selain syirik tidak akan menyebabkan pelakunya kekal di dalam neraka. Oleh karena itu, perbuatan dosa besar (selain syirik) tidaklah menjadikan seseorang kafir atau murtad

i.    Pengutusan Rasul

Pandangan Al-Maturidi tidak jauh beda dengan pandangan mutazilah yang berpendapat bahwa pengutusan Rasul ke tengah-tengah umatnya adalah kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik dan terbaik dalam kehidupannya.

Pengutusan rasul berfungsi sebagai sumber informasi. Tanpa mengikuti ajarannya wahyu yang di sampaikan rasul berarti mansia telah membebankan sesuatu yang berada di luar kemampuannya kepada akalnya.[16]


5.   Pokok-Pokok ajaran Al-Maturidi

· Kewajiban mengetahui tuhan. Akal semata-mata sanggup mengetahui tuhan. Namun itu tidak sanggup dengan sendirinya hukum-hukum takliti  (perintah-perintah Allah SWT).

· Kebaikan dan kerburukan dapat diketahui dengan akal

· Hikmah dan tujuan perbuatan tuhan

6.   Golongan-Golongan Dalam Al-Maturidi

· Maturidiyah Samarkand (al-Maturidi)

Yang menjadi golongan ini dalah pengikut Al-maturidi sendiri, golongan ini cenderung  ke arah paham mu’tazilah, sebagaimana pendapatnya soal sifat-sifat tuhan, maturidi dan  asy’ary terdapat kesamaan pandangan, menurut maturidi, tuhan mempunyai sifat-sifat,tuhan mengetahui bukan dengan zatnya, melainkan dengan pengetahuannya.

Aliran maturidi juga sepaham dengan mu’tazilah dalam soal al-waid wa al-waid. Bahwa  janji dan ancaman tuhan, kelak pasti terjadi.

· Maturidiyah bukhara (Al-Bazdawi)

Golongan Bukhara ini dipimpin oleh Abu Al-yusr Muhammad Al-Bazdawi. Dia merupakan pengikut maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya.Nenek Al-Bazdawi menjadi salah satu murid maturidi. Dari orang tuanya, Al-Bazdawi  dapat menerima ajaran maturidi. Dengan demikian yang di maksud golongan Bukhara  adalah pengikut-pengikut Al-Bazdawi di dalam aliran Al-maturidiyah, yang mempunyai pendapat lebih dekat kepada pendapat-pendapat Al-asy’ary. Aliran   Maturidiyah  Bukhara lebih dekat  kepada  Asy'ariyah  sedangkan   aliran Maturidiyah Samarkand   dalam   beberapa hal   lebih   dekat   kepada Mutazilah,terutama dalam  masalah  keterbukaan   terhadap peranan akal[17]

7.  Pengaruh Al-Maturidi di dunia Islam

Aliran   al-Maturidiyah   ini  telah   meninggalkan   pengaruh   dalam dunia Islam. Hal ini bisa dipahami karena manhajnya yang memiliki ciri mengambil sikap tengah antara aqal dan dalilnnaqli,   pandangannya yang  bersifat universal dalam menghubungkan masalah yang sifatnya juziy ke sesuatu yang kulliy. Aliran ini juga berusaha   menghubungkan antara fikir  dan  amal,mengutamakan pengenalan   pada masalah-masalah yang diperselisihkan oleh banyak ulama    kalam  namun  masih berkisar pada satu pemahaman untuk dikritisi letak-letak kelemahannya.

  Keistimewaan   yang   juga  dimiliki   al-Maturidiyah   bahwa   pengikutnya   dalam perselisihan   atau   perdebatan   tidak   sampai   saling   mengkafirkan   sebagaimana   yang pernah terjadi dikalangan khawarij, rawafidh dan qadariyah.[18]Aliran mi selanjutnya banyak dianut oleh mazhab Hanafiyah.


8.  Karya Aliran Al-Maturidi

· Buku Tauhid, buku ini adalah buku sumber terbesar keyakinan dan aqidah aliran Maturidiyah. Dalam buku ini untuk membuktikan kebenaran pendapatnya, ia menggunakan Al Qur’an, hadis dan akal, dan terkadang memberikan keutamaan yang lebih besar kepada akal.

· Ta’wilat Ahli Sunnah, buku ini berkenaan dengan tafsir Al Qur’an dan di dalamnya dijelaskan tentang keyakinan-keyakinan Ahlu Sunnah dan pandangan-pandangan fikih imam mazhabnya yaitu Abu Hanifah, pada hakikatnya ini adalah buku aqidah dan fikih. Buku ini juga merupakan satu paket tafsir Al Qur’an dan buku tersebut mencakup juz terakhir Qur’an dari surat Munafiqin sampai akhir Qur’an.

· Al Maqalat, peneliti buku At Tauhid berkata bahwa naskah buku ini ada di beberapa perpustakaan Eropa.

C.    Perbedaan Antara Asy’ari Dan Al-Maturidi

· Tentang sifat Tuhan

Pemikiran Asy`ariyah dan Maturidiyah memiliki pemahaman yang relatif sama. Bahwa Tuhan itu memiliki sifat-sifat tertentu. Tuhan Mengetahui dengan sifat Ilmu-Nya, bukan dengan zat-Nya Begitu juga Tuhan itu berkuasa dengan sifat Qudrah-Nya, bukan dengan zat-Nya.

· Tentang Perbuatan Manusia

Pandangan Asy`ariyah berbeda dengan pandangan Maturidiyah. Menurut Maturidiyah, perbuatan manusia itu semata-mata diwujudkan oleh manusia itu sendiri. Dalam masalah ini, Maturidiyah lebih dekat dengan Mu`tazilah yang secara tegas mengatakan bahwa semua yang dikerjakan manusia itu semata-mata diwujdukan oleh manusia itu sendiri.[19]

· Tentang Al-Quran

Pandangan Asy`ariyah sama dengan pandangan Maturidiyah. Keduanya sama-sama mengatakan bahwa Al-quran itu adalah Kalam Allah Yang Qadim. Mereka berselisih paham dengan Mu`tazilah yang berpendapat bahwa Al-Quran itu makhluq.

· Tentang Kewajiban Tuhan

Pandangan Asy`ariyah berbeda dengan pandangan Maturidiyah. Maturidiyah berpendapat bahwa Tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu. Pendapat Maturidiyah ini sejalan dengan pendapat Mu`tazilah.

· Tentang Pelaku Dosa Besar

Pandangan Asy`ariyah dan pandangan Maturidiyah sama-sama mengatakan bahwa seorang mukmin yang melakukan dosa besar tidak menjadi kafir dan tidak gugur ke-Islamannya. Sedangkan Mu`tazilah mengatakan bahwa orang itu berada pada tempat diantara dua tempat “Manzilatun baina manzilatain”.

· Tentang Janji Tuhan

Keduanya sepakat bahwa Tuhan akan melaksanakan janji-Nya. Seperti memberikan pahala kepada yang berbuat baik dan memberi siksa kepada yang berbuat jahat.[20]

· Tentang Rupa Tuhan

Keduanya sama-sama sependapat bahwa ayat-ayat Al-Quran yang mengandung informasi tentang bentuk-bentuk pisik jasmani Tuhan harus ditakwil dan diberi arti majaz dan tidak diartikan secara harfiyah. Az-Zubaidi menyatakan bahwa jika dikatakan Ahlus  Sunnah, maka yang dimaksud dengan mereka itu adalah Asy'ariyah dan Maturidiyah. Penulis Ar-Raudhatul Bahiyyah mengemukakan bahwa pokok semua aqaid Ahlus Sunnah wal Jamaah atas dasar ucapan dua kutub, yakni Abul Hasan Al-Asy'ari dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi.

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, dapat di simpulkan :

· Kelompok Asy’ariyah dan Al-maturidi muncul karena ketidakpuasan Abul Hasan Al-Asy’ari dan Abu Manshur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi terhadap argumen dan pendapat-pendapat yang dilontarkan oleh kelompok Muktazilah. Dalam perjalannya, Asy’ari sendiri mengalami tiga periode dalam pemahaman akidahnya, yaitu Muktazilah, kontra Muktazilah, dan Salaf.

· Antara Asy’ariyah dan Maturidiyah sendiri memiliki beberapa perbedaan, di antaranya ialah dalam hal-hal sebagai berikut: Tentang sifat Tuhan, tentang perbuatan manusia, tentang Al_Qur’an,kewajiban tuhan, Pelaku dosa besar, Rupa tuhan, dan juga janji tuhan.

· Pokok-pokok ajaran al-Maturidiyah pada dasarnya memiliki banyak kesamaan dengan aliran  al-Asy'ariyah  dalam merad pendapat-pendapat  Mu'tazilah.Perbedaan yang muncul bisa dikatakan hanya dalam penjelasan ajaran mereka  atau dalam masalah cabang.

· Pemikiran-pemikiran al Maturidi jika dikaji lebih dekat, maka akan didapati bahwa al Maturidi memberikan otoritas yang lebih besar kepada akal manusia dibandingkan dengan Asy’ari. Namun demikian di kalangan Maturidiah sendiri ada dua kelompok yang juga memiliki kecenderungan pemikiran yang berbeda yaitu kelompok Samarkand yaitu pengikut-pengikut al Maturidi sendiri yang paham-paham teologinya lebih dekat kepada paham Mu’tazilah dan kelompok Bukhara yaitu pengikut al Bazdawi yang condong kepada Asy’ariyah.

B.     Saran-saran

Sangat berhati-hatilah dengan apa yang kamu ucapkan untuk Allah, karena Surat Qaf, ayah 18, “setiap kata yang diucapkan akan ditulis oleh dua malaikat, Raqib dan Atid” Juga berhati-hatilah dari buku-buku tafsir/terjemahan Quran yang menserupakan Allah SWT dengan makhluk-Nya, dengan mensifati Dia dengan cahaya, tangan, betis, wajah, duduk, arah, tempat dan sejenisnya. Allah bebas dari segala kelemahan dan segala sesuatu penyerupaan dengan makhluk-Nya. Segala puji bagi Rabbul Alamien, Yang Esa yang bersih dari segala penyerupaan dan segala sifat yang tidak pantas, dan dari segala yang merendahkan yang dikatakan oleh orang yang tidak benar tentang Dia

DAFTAR PUSTAKA

A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam, (Cet. 1; Jakarta: Pustaka Al Husna Baru: 2003),

Abd2ul Kadir bin Tahir bin Muhammad, Al-Farqu Bainal Firaq  (Dar al-Kutub al-ilmiah: Beirut: )

Hamid,Jalal Muhammad Abd,Al-, Nasyiah Al-Asy’ariyah wa Tatawwaruh,Dar Al-Kitab,Beirut,1975.

http://ustadzmuis.blogspot.com/2009/02/paham-kalam-asyariyah.html#uds-search-results

Madkour, Ibrahim , Aliran dan teori filsafat islam. Bumi Aksara, Jakarta, 1995.

Muhammad Tholhah Hasan. Aswaja dalam Persepsi dan Tradisi NU

Nasution, Harun, Teologi Islam, UI Press, Jakarta, 1986.

Rozak, Abdul & Anwar, Rohison, Ilmu Kalam. CV Pustaka Setia, Bandung, 2009

[1] Muhammad Thoha Hasan, Ahlussunna wal Jama’ah dalam Persepsi dan Tradisi NU (Cd ii Jakm-

gn I aniuhnia Prcss 2005). h. 24

[2] ) Abdul Rozak dan Rosihon anwar,op.cit.,hlm120.

[3]  Ibrahim, Aliran dan Teori filsafat Islam, Bumi Aksara,Jakarta,1995,hlm.66

[4] Abdul Rozak dan Rosihon anwar,op.cit.,hlm124

[5] http://ustadzmuis.blogspot.com/2009/02/paham-kalam-asyariyah.html#uds-search-results

[6]) Abdul Rozak dan Rosihon anwar,op.cit.,hlm121

[7] ) Ibid.,hlm.122.

[8] ) Ibid.,hlm.122.

[9]  Ibid.,hlm.124

[10] A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam, (Cet. 1; Jakarta: Pustaka Al Husna Baru: 2003), h. 167.

[11] ) Abdul Rozak dan Rosihon anwar,op.cit.,hlm124

[12] Harun Nasution. Op.cit

[13] ) Ibid.,hlm.126

[14]  Ibid.,hlm.127

[15] ) Ibid.,hlm.129.

[16] Nasution.op.cit hal 131-132

[17] Muhammad Tholhah Hasan. Aswaja dalam Persepsi dan Tradisi NU

[18] Abd2ul Kadir bin Tahir bin Muhammad, Al-Farqu Bainal Firaq  (Dar al-Kutub al-ilmiah: Beirut:

t.th). h, 28

[19] Abdul Rozak dan Rosihon anwar,op.cit.,hlm127

[20] . http://ustadzmuis.blogspot.com/2009/02/paham-kalam-asyariyah.html#uds-search-results

[21] Al-Ustadz Fadlol bin Syaikh Abdissyakur Seniori, al-kawakib al-Lamaah, Surabaya:hidayah, hal 36
ALIRAN MU'TAZILAH DAN ASY'ARIYYAH

A. Mu’tazilah
Mu’tazilah merupakan aliran teologi yang tertua. Aliran mu’tazilah lahir kurang lebih pada permulaan abad pertama hijrah di kota Basrah. Pada saat itu banyak orang-orang yang hendak menghancurkan islam dari segi ‘aqidah, baik yang menamakan dirinya Islam maupun non Islam.dari dalam Islam sendiri seperti kaum syi’ah ekstrim dan kalangan hulul yang menganggap Tuhan bertempat pada didi manusia, maka kaum Mu’tazilah menjawab dengan tegas bahwa Tuhan tidak mungkin mengambil tempat apapun juga. Dalam keadaan demikian muncullah aliran mu’tazilah yang kemudian berkembang pesat dengan metode dan pahamnya sendiri. Aliran ini lebih mengedepankan pada filosof sehingga mereka juga disebut kaum rasionalis islam.
Adapun mengenai asal-usul penyebutan mu’tazilah itu ada berbagai macam versi:
1. Disebut mu’tazilah karena Wasil Bin ‘Atha dan ‘Amr bin ‘Ubaid menjauhkan diri (i’tazala) dari pengajian Hasan Basri gurunya di Masjid Basrah. Sebagaimana pendapat kaum murji’ah bahwa orang yang berdosa besar tetap dihukumi mu’min, sedangkan menurut Khawarij adalah kafir. Wasil pun berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar bukanlah mu’min dan bukan pula kafir, tetapi mengambil posisi diantara keduanya. Kemudian ia membentuk pengajian sendiri. Menurut al syahrastani karena ini mereka disebut mu’tazilah.
2. Menurut Al Baghdady, dikarenakan mereka menyalahi semua pendapat yang telah ada tentang dosa besar. Menurut Murji’ah, tetap mu’min. Menurut khawarij, mereka kafir. Sedangkan menurut Hasan Basri mereka disebut munafik. Karena pendapat mereka berbeda dengan pendapat-pendapat tersebut, makamereka disebut mu’tazilah yang secara ma’nawi ada pendapat menyatakan berarti menyalahi pendapat orang lain. Adapun secara lahiriah berarti pemisahan secara fisik.
3. Menurut Al Mas’udy, disebut mu’tazilah karena pendapat mereka yang mengatakan bahwa si pembuat dosa besar berarti memisahkan (i’tazala) dari golongan orang-orang mu’min dan orang kafir.
4. Menurut Tasy Kubra Zadah, menyebutkan bahwa Qatadah Ibnu Dama’ah pda suatu hari masuk ke masjid Basrah dan menuju ke majlis Amr bin Ubaid yang disangkanya majelis Hasan Basri. Setelah mengetahui bahwa itu bukan mjelis Hasan Basri, ia berdiri dan berkata: “ini kaum mu’tazilah”. Menurut Tasy Kubra Zadah semenjak itu mereka disebut mu’tazilah.
5. Menurut Ahmad Amin, nama mu’tazilah sudah terdapat sebelum adanya peristiwa Wasil dan Hasan Basri. Mu’tazilah dijadikan sebutan bagi kelompok-kelompok yang tidak mau ikut campur pada pertikaian-pertikaian politik pada masa Utsman bin Affan RA dan Ali bin Abi Thalib RA. Mereka menjauhkan diri dari golongan-golongan yang saling bertikai.
Golongan mu’tazilah juga dikenal dengan nama-nama lain seperti ahl al-‘adl yang berarti golongan yang mempertahankan keadilan tuhan, dan ahl al-tauhid wa al-‘adl yang berarti golongan yang mempertahankan keesaan murni dan keadilan tuhan. Lawan mu’tazilah menyebut golongan ini dengan sebutan qadariyah karena mereka menganut faham free will and free act, yakni bebas berkehendak dan bebas berbuat. Juga dinamai Mu’attilahkarena mereka berpendapat bahwa tuhan tidak mempunyai sifat, dalam arti sifat memiliki wujud diluar dzat tuhan. Mereka juga dinamai wadi’ah, karena mereka berpendapat bahwa ancaman tuhan pasti akan menimpa orang-orang yang tidak taatakan hukum-hukum tuhan.
Ajaran-Ajaran Pokok Mu’tazilah
Kelima ajaran dasar mu’tazilah yang tertuang dalam ushul al-khamsah adalah sebagai berikut:
· At tauhid,
Menurut mu’tazilah tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat mengurangi keesaannya. Hanya dia yang Qadim. Kelanjutan dari prinsip keesaan yang murni tersebut, maka mereka:
a. Tidak mengakui sifat-sifat tuhan sebagai sesuatu yang qadim yang lain daripada dzatNya. Apa yang disebut sifat adalah Dzat tuhan itu sendiri.
b. Mengatakan bahwa Qur’an itu makhluk. Kalamullah makhluk yang diciptakan tuhan ketika dibutuhkan. Kalamullah ini berada di luar dzat tuhan.
c. Mengingkari tuhan dapat dilihat dengan mata kepala.
d. Mengingkari tempat bagi tuhan dan mena’wil ayat-ayat yang mengesankan adanya persamaan tuhan dengan manusia.
· Al ‘Adl
Keadilan disini lebih diperdalam maknanya oleh mu’tazilah, yakni:
a. Tuhan menciptakan makhluk atas dasar tujuan dan hikmat kebijaksanaan.
b. Tuhan tidak menghendaki keburukan dan tidak pula memerintahnya.
c. Manusia memiliki kesanggupan untuk mewujudkan perbuatannya, terlepas dari kehendak tuhan.
d. Tuhan harus mengerjakan yang baik dan yang terbaik (asshalah wa al ashlah), karena itu merupakan kewajiban tuhan untuk menciptakan manusia, memerintahkan manusia dan membangkitkannya kembali.
e. Tuhan wajib mengutus rasulkepada manusia.
· Al wa’d wa al wa’id
Aliran mu’tazilah yakin bahwa tuhan tidak akan melanggar janjinya, tuhan akan memberikan pahalaNya pada muthi’ dan ancaman akan menjatuhkan siksaNya kepada al ‘ashy dan diabadikan di neraka meskipun siksanya lebih ringan daripada orang kafir.
Mereka mengingkari adanya syafa’at pada hari kiamat karena menurut mereka hal ini berlawanan dengan prinsip al wa’d wa al wa’id.
· Al manzilah baina al manzilatain
Inilah ajaran yang mula-mula menyebabkan lahirnya mu’tazilah. Dalam konsep ini, orang yang melakukan dosa besar tidak disebut mu’min seperti murji’ah dan juga tidak disebut kafir sperti khawarij, namun dia berada pada posisi diantara mu’min dan kafir. Apabila ia tidak bertobat maka ia dihukumi fasik.
Menurut pandangan mu’tazilah, tidak dapat dikatakan mu’min karena keimanan menuntut adanya kepatuhan kepada tuhan, tidak hanya pengakuan dan pembenaran. Dan juga tidak dapat dikatakan kafir karena ia masih percaya adanya Allah, rasul dan mengerjakan pekerjaan baik. Orang fasik ini dimasukkan neraka namun siksanya lebih ringan dari orang kafir.
· Al amr bi al ma’ruf wa annahyu ‘an al munkar
Perbedaan aliran mu’tazilah dengan aliran lain pada ajaran kelima ini adalah pada tatanan pelaksanaannya. Jika diperlukan, kekerasan dapat ditempuh untuk mewujudkan ajaran ini. Sejarah telah mencatat kekerasan yang pernah dilakukan aliran ini ketika menyiarkan ajaran-ajarannya.
Macam Sekte Mu’tazilah dan Tokoh-Tokohnya
1. Al Washiliyyah, tokohnya Abu Huzaifah Washil ibn Atha Al Gazzal al altsa
2. Al Huzailiyyah, tokohnya Abu Huzail Hamdan ibn Huzail Al Allaf
3. An Nazhzhamiyyah, tokohnya Ibrahim ibn Yasar ibn Hani An Nazhzham
4. Al Khabithiyyah, tokohnya Ahmad Ibn Khabith
5. Al Haditsiyyah, tokohnya Al Fadhal al Haditsi
6. Al Bisyariyyah, tokohnya Bisyar ibn Mu’tamar
7. Al Mu’ammariyyah, tokohnya Muammar ibn ‘Ubbad as salma
8. Al Mardariyyah, tokohnya ‘Isa ibn Shabih
9. Ats Tsumamah, tokohnyaTsumamah ibn Asyras an Namiri
10. Hisyamiyyah, tokohnya Hisyam ibn ‘Amr al Fuwathi
11. Al Jahizhiyyah, ‘Amr ibn Bahr Abi Utsman al Jahizh
12. Al Khayyathiyyah dan al Ka’biyyah, tokohnya Abu Husain ibn Abi ‘Amr al khayyath
13. Al Juba’iyyah, tokohnya Abu Ali Muhammad ibn al Wahab al Juba’i
14. Al Bahsyaniyyah, tokohnya Abu Hasyim Abd as Salam
B. Asy’ariyyah
Asy’ariyyah didirikan oleh Abu Al-Hasan bin Ismail Al-Asy’ari. Ia dibesarkan dan dididik sebagai seorang mu’tazilah sampai mencapai usia lanjut. Ia telah membela mu’tazilah sebaik-sebaiknya, tetapi kemudian aliran ini ditinggalkannya, bahkan dianggapnya sebagai lawan. Ia merasa tidak puas terhadap konsepsi aliran mu’tazilah yang semakin terlihat kelemahan-kelemahannya. Ia sangat mengkhawatirkan jika Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi akan menjadi korban faham-faham aliran Mu’tazilah yang menurut pendapatnya tidak dapat dibenarkan karena didasarkan atas pemujaan kekuatan akal pikiran dan juga dikhawatirkan akan menjadi korban sikap ahli hadits anthropomorphist (Al-Hasywiyyah) yang hanya memegangi lahir nash-nash agama dengan meninggalkan jiwanya dan hampir menyeret Islam ke lembah kebekuan yang tidak dapat dibenarkan. Melihat keadaan demikian, maka Al-Asy’ari mengambil jalan tengah antara aliran rasionalis dan tekstualis yakni antara mu’tazilah dan Al-Hasywiyyah dan ternyata jalan tengah tersebut dapat diterima oleh mayoritas kaum muslimin. Dalam mengemukakan dalil dan alasan, aliran Asy’ariyyah memakai dalil aqli dan naqli secara bersama-sama. Sesudah ia mempercayai isi Qur’an dan hadits, ia mencari alasan-alasan dari akal pikiran untuk memperkuatnya. Sebagai orang yang pernah menganut paham mu’tazilah, Al-Asy’ari tidak dapat menjauhkan diri dari pemikiran akal dan argumentasi pikiran. Dalam kitabnya yang berjudul Istihsan Al Khawadhi fi Ilmil Kalam, ia menentang keras orang yang berkeberatan membela agama dengan Ilmu Kalam dan argumentasi pikiran.Sebaliknya ia juga mengingkari orang yang berlebih-lebihan menghargai akal pikiran yaitu aliran Mu’tazilah.
Al-Asy’ari menyatakan pula kesetiaannya terhadap aliran Ahlussunnah , suatu aliran yang menentang aliran mu’tazilah, yang apabila mereka mengahadapi sesuatu peristiwa, mereka mencari hukumnya dari Qur’an dan hadits dan apabila tidak didapatinya mereka diam saja karena tidak berani melampauinya, mereka tidak mengadakan pena’wilan, pengurangan atau melebihkan arti lahirnya. Namun para pengikut Al Asy’ari menyatakan bahwa yang disebut Ahlussannah adalah penggabungan antara paham diatas dengan diperkuat paham-paham dengan alasan-alasan ilmu kalam dalam bentuk yang lebih nyata seperti yang dilakukan oleh Al-Asy’ari. Memang pertama-tama sebutan Ahlussunnah dipakai untuk aliran Asy’ariyyah. Akan tetapi sebutan itu akhirnya diperluas arti kandungannya sehingga meliputi madzhab-madzhab fiqh dan lapangan-lapangan ilmu keislaman lainnya yang tidak tersangkut dengan aliran-aliran.
Namun sepeninggal Al Asy’ari, Asy’ariyyah mengalami perubahandan perkembangan yang cepat karena pada akhirnya Asy’ariyyah cenderung kepada Mu’tazilah karena kedua aliran tersebut memegangi prinsip yang mengatakan bahwa “Pengetahuan yang didasarkan atas unsur-unsur naqli tidak memberikan keyakinan kepada kita”. Asy’ariyyah menjadi lebih condong kepada segi akal pikiran. Kecenderungan inilah yang menyebabkan mengapa pengikut madzhab Ahlussunnah merasa tidak puas terhadap aliran Asy’ariyyah dan mengadakan perlawanan terhadap mereka, dan puncak perlawanannya terjadi pada masa Ibnu Taimiyyah. Meskipun demikian, tokoh pendiri Asy’ariyyah, Al-Asy’ari sangatberpengaruh besar terhadap perkembangan Ahlussunnah yang merupakan prinsip aliran Asy’ariyyah yang sebenarnya ia maksud kendati pun pada akhirnya aliran ini menjadi sedikit condong pada mu’tazilah yang merupakan lawan utamanya.
Pokok kepercayaan dan ajaran Asy’ariyyah (Ahlussunnah)
1. Tuhan bisa dilihat dengan mata kepala di akhirat
2. Sifat-sifat tuhan adalah dari Dzat Tuhan, bukan dari lain dzat
3. Qur’an bersifat Qadim sebagai kalamullah, sedang Qur’an yang berupa huruf dan suara adalah baru.
4. Ciptaan Tuhan tidak karena tujuan atau kepentingan makhluk
5. Tuhan menghendaki kebaikan dan keburukan
6. Tuhan tidak berkewajiban membuat yang baik dan terbaik, mengutus rasul, dan memberi pahala kepada orang yang taat dan menjatuhkan sikasa kepada orang yang maksiyat
7. Tuhan boleh memberi beban diatas kesanggupan manusia
8. Kebaikan dan keburukan tidak dapat diketahui akal semata
9. Tuhan menciptakan pekerjaan manusia
10. Ada syafa’at pada hari kiamat
11. utusanNya Nabi Muhammad diperkuat dengan mukjizat-mukjizat
12. kebangkitan di akhirat, pengumpulan manusia di padang mahsyar, pertanyaan munkar dan nakir di kubur, siksa kubur, timbangan amal perbuatan manusia, shirathal mustaqim, kesemuanya adalah benar
13. semua sahabat Nabi adil dan baik.
14. Sepuluh sahabat yang dijanjikan Nabi masuk surga pasti terjadi
15. Ijma’ adalah suatu kebenaran yang harus diterima
16. Orang Islam yang mengerjakan dosa besar akan masuk neraka sampai selesaimenjalankan sikasa. Dan akhirnya akan masuk surga.
Ajaran Asy’ariyyah berasal dari isi Qur’an dan hadits yang kemudian mereka percayai sepenuhnya, dengan menjadikannya dasar, disamping menggunakan akal pikiran, dimana tugasnya tidak lebih sebagai penguat nash-nash tersebut.
Tokoh-tokoh aliran Asy’ariyyah
1. Al-Baqillani
2. Ibnu Faurak
3. Ibnu Ishak Al-Isfaraini
4. Abdul Kahir Al-Baghdadi
5. Imam Al-Haramain Al-Juwaini
6. Abdul Mudzaffar Al-Isfaraini
7. Al-Ghazali
8. Ibnu Tumar
9. As-Syihristani
10. Ar-Razi
11. Al-Iji
12. As-Sanusi
Perbedaan Pendapat Antara Mu’tazilah dan Asy’ariyyah
1. Sifat Tuhan
v Menurut mu’tazilah: tidak mengakui sifat-sifat wujud, qidam, baqa’, dan wahdaniyah, sifat Zat yang lain, seperti sama’, bashar, dan lain-lain tidak lain hanya Zat Tuhan sendiri.
v Menurut golongan hasywiyyah dan mujassimah: menyamakan antara sifat Tuhan dengan sifat-sifat makhluk.
v Menurut golongan Asy’ariyyah: mengakui adanya sifat-sifat Tuhan yang tersebut yang sesuai dengan Dzat Tuhan sendiri dan sama sekali tidak menyerupai sifat makhluk.
2. Kekuasaan atau perbuatan tuhan
v Menurut mu’tazilah,tuhan memiliki kewajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia, termasuk kewajiban menepati janji-janjiNya, kewajiban mengirim Rasul dan kewajiban memberi rezeki kepada manusia. Adanya paham Al shalah wa al ashlah.
v Menurut Asy’ariyyah, tuhan berbuat sekehendakNya terhadap makhluk, artinya tuhan tidak memilikikewajiban apa-apa. Adanya penolakan terhadap paham al shalah waal ashlah.
3. Perbuatan manusia
v Menurut mu’tazilah, lebih mendekati kepada paham qadariyyah, manusia berkuasa menciptakan perbuatannya sesuai kemampuan dan kemauannya sendiri.
v Menurut Asy’ariyyah, manusia dalam kelemahannya bergantung kepada kehendak dankekuasaan tuhan, lebih mengarah kepada jabariyyah.
4. Keadilan tuhan
v Menurut mu’tazilah, perbuatan-perbuatan tuhan adalah untuk kepentingan makhluk.
v Menurut Asy’ariyyah, tuhan berbuat semata-mata karena kekuasaan dan kehendak mutlak Nya bukan karen akepentingan makhluk atau tujuan lainnya.
5. Melihat tuhan pada hari kiamat
v Menurut mu’tazilah, tuhan tidak dapat dilihat dengan mata kepala dimana pun dan kapan pun.
v Menurut Asy’ariyyah, tuhan dapat dilihat kelak di hari kiamat tidak dengan cara tertentu atau tempat tertentu
6. Dosa-dosa besar
v Menurut mu’tazilah, orang yang berbuat dosa besar bertobat, meskipun ia memiliki ketaatan, ia tidak akan keluar dari neraka.
v Menurut asy’ariyyah, orang yang berdosa besar terserah kepada Tuhan, akan diampuni kemudian masuk surga atau dijatuhi siksa dan masuk neraka.
7. Akal dan fungsi wahyu
v Menurut mu’tazilah, segala sesuatu dapat dicapai dengan akal dan kewajiban-kewajiban dapat diketahui dengan pemikiran yang mendalam, termasuk mengetahui tuhan, kewajiban mengetahui tuhan,mengetahui baik dan buruk serta kewajiban mengerjakan baik dan buruk. Sebelum adanya wahyu semua itu sudah bisa diketahui lewat akal. Sehingga ketika wahyu muncul, wahyu tidak begitu dibutuhkan karena semuanya telah diketahui terlebih dahulu oleh akal.
v Menurut Asy’ariyyah, segal kewajiban manusia hanya dapat diketahui oleh wahyu. Akal tak dapat membuat sesuatu menjadi wajib dan tak dapat mengetahui bahwa mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk dalah wajibbagi manusia. Wahyulah yang mewajibkan seseorang mengetahui tuhan dan berterima kasih kepadaNya. Juga dengan wahyulah dapat diketahui bahwa yang patuh kepada tuhan akan mendapat pahala, dan yang tidak patuh akan mendapatkan hukuman.