Kamis, 09 Juli 2015

TANGGAL 25 Maret 1975, Raja Faisal ditembak mati oleh putra saudara tirinya sendiri , Faisal bin Musaid. Musaid baru saja kembali dari Amerika Serikat. Pembunuhan itu terjadi di sebuah majelis, ketika Raja Faishal menggelar hajat di mana rakyat diperbolehkan masuk istana dan mengajukan usul kepada Raja.
Di ruang tunggu, Pangeran Musaid berbicara dengan perwakilan Kuwait yang juga menunggu untuk bertemu Raja Faisal. Ketika sang Pangeran bergegas untuk memeluknya, Raja Faisal juga membungkuk untuk mencium keponakannya itu sesuai dengan budaya Arab.
Pada saat itu, Pangeran Musaid mengeluarkan pistol dan menembaknya. Tembakan pertama menghantam dagu Raja Faisal dan yang kedua mengenai telinganya.
Para pengawal langsung menghantam Pangeran Musaid dengan pedang yang masih terbungkus. Menteri Perminyakan Zaki Yamani berteriak berulang kali agar pengawal tidak membunuh Pangeran Faisal.
Raja Faisal sendiri segera dibawa ke rumah sakit. Ia masih hidup ketika dokter memeriksa hatinya dan memberinya transfusi darah. Mereka tidak berhasil dan Raja Faisal meninggal tak lama sesudahnya. Baik sebelum dan sesudah pembunuhan pangeran dilaporkan tenang. Setelah pembunuhan itu, Riyadh menyatakan tiga hari berkabung dan semua kegiatan pemerintahan dihentikan.
Satu teori mengemuka. Pembunuhan terhadap Raja Faisal dilandasi balas dendam. Pangeran Musaid konon menaruh dendam atas kematian Pangeran Khalid bin Musa’id, saudaranya.
Pangeran Musaid, yang ditangkap langsung setelah serangan itu, secara resmi dinyatakan gila. Namun setelah persidangan, sebuah panel ahli medis Saudi memutuskan bahwa Musaid waras ketika ia menembak Raja Faisal.
Pengadilan agama menghukumnya karena pembunuhan raja dan menjatuhkan hukuman eksekusi. Meskipun Raja Faisal yang sedang sekarat meminta agar jangan melakukan eskekusi mati terhadap penembaknya, Musaid dipenggal di lapangan umum Riyadh. Eksekusi publik berlangsung pada tanggal 18 Juni 1975 jam 04:30, tiga jam sebelum matahari terbenam, dan dihadiri ribuan orang di Istana Al Hukm (Palace of Justice).
-------------------
Ada satu cerita soal Raja Faishal:
KETIKA Raja Faisal memutus pasokan minyak hingga negara-negara Barat mengalami krisis minyak pada Oktober 1973, ia melontarkan kalimat yang terkenal dan mengguncang dunia: “Kami dan leluhur kami telah mampu bertahan hidup hanya mengandalkan kurma dan susu, dan kami akan kembali dengan cara itu lagi untuk bertahan hidup (tanpa bantuan barang-barang dari Barat).”
Henry Kissinger, Menteri Luar Negeri AS, langsung mengunjungi Raja Faisal dan mencoba membujuknya untuk menarik keputusannya itu.
Akan tetapi Raja Faisal hanya berkata dengan wajah penuh kebencian, “Hancurlah ISRAEL!”
Henry Kissinger mencoba melontarkan sebuah lelucon untuk menghibur sang Raja: “Pesawat saya kehabisan minyak, berkenankah yang mulia memerintahkan orang agar mengisinya dengan minyak kembali? Dan kami siap membayarnya dengan kurs internasional.”
Namun Sang Raja tak tertawa sedikitpun. Ia memandang Kissinger sambil berkata: “Dan aku hanyalah seorang lelaki tua yang menginginkan untuk dapat shalat dua rakaat di Masjid Al Aqsa sebelum aku mati; maka maukah engkau (Amerika) mengabulkan permintaanku ini?”
Foto mereka berdua tampak fasih menggambarkan sikap Raja Faisal yang tak menyukai Kissinger dan Kissinger yang berusaha menarik hati Sang Raja.


Tidak ada komentar: