Senin, 06 Agustus 2012

SAHUR YUK SAHUR



 
Untukmu, duhai Ibuku...
Kalimat dalam hatinya tak tersingkap yang telah tersimpan dalam hatiku sebelumnya, sebagaimana agar tiada lagi kerisauan dalam hati Ibu.

Dia telah mengungkapkan pada halaman diarynya yang tipis dan kusam:

"Ibu.. Maafkanlah aku yang tak mampu membahagiakanmu, aku bahagia berada di dekatmu, meski hanya beberapa tahun setelah berpisah dari usiaku 2 tahun silam, aku bahagia dapat berkumpul denganmu, bersama keluarga yang ada di malaysia, sekali lagi maafkanlah anakmu, Ibu. Untuk adik-adikku, jikalau aku sudah pergi nanti, kembali ke tanah jawa, jagalah ibu, jangan menjadi sepertiku, pesanku pada kalian agar menurut pada ibu dan menjadi anak yang baik. Dan untuk masku tersayang, aku bahagia saat-saat berada di sampingmu, banyak hal pelajaran yang kau ajarkan kepadaku, aku bangga mempunyai kakak sepertimu, kau mampu menjadi saudara serta sahabat dalam kehidupanku yang semua orang mencemohkanku, di saat ku sedih, gembira, bimbang, tak jemu-jemu kau mendampingiku. mas, semoga harimu senantiasa bahagia. Dan untuk nenekku Widji yang ada di Bojonegoro, jangan bersedih lagi, karena aku akan segera kembali ke jawa, mungkin hanya 2 bulan, sekaligus saya menunggu seseorang yang akan saya nikahi, doákan aku".

Ungkapnya di atas buku diary yang tanpa sengaja kutemukan di rak tempat buku pelajaran adik-adikku yang masih sekolah di kuala lumpur, setelah tepat 2 bulan dan 8 jam selepas kematian beliau yang sungguh tragis. Seorang pemuda pendiam serta selalu tersenyum, di saat hendak menunaikan janji kepada kekasih yang mengkhianatinya, penantian 2 bulan yang kosong berganti menjadi sejarah pemakaman serta kesekian kalinya Aku dan Ibu harus terpaksa menyirami pusara dengan seluruh airmata. Hari itu laksana badai yang menerjang dengan sadisnya, mengkoyak-koyak seluruh isi hati seisi rumah, yang paing menyedihkan adalah aku tak mampu melihat setetes demi setetes airmata ibunda setelah sekian tahun terbendung dengan sepenuh kesabaran. Aku membisu dengan seribu bahasa dan berjuta pertanyaan yang meledakkan isi dalam pikiran serta hatiku. Airmata itu lebih asin dari garam, asam lambung lebih pedih dari kerasnya cairan racun.

Semoga Tuhan menjaga beliau serta keluarga kami. Amiinn
Catatan terakhir Almarhum Abdul Wakid
Di tulis Coretan Intuisi

Tidak ada komentar: