Minggu, 16 April 2017

MENGAMBIL GAJI ANAK

Banyak sekali dalil dari alquran ataukah alhadits yang menunjukkan akan kedudukan orangtua. Dalam semua hal. Bahkan pun seorang ayah boleh mengambil harta anaknya saat dia butuh dan tidak menyebabkan anaknya jadi kesulitan. Sahabat yang mulia, Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuma berkata :

".أَنَّ رَجُلًا قَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ لِي مَالًا وَوَلَدًا، وَإِنَّ أَبِي يُرِيدُ أَنْ يَجْتَاحَ مَالِي. فَقَالَ : " أَنْت وَمَالُكَ لِأَبِيكَ

"Ada seseorang yang melapor kepada Rasulullah , "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya saya mempunyai harta dan anak-anak, tapi Ayahku ingin mengambil hartaku." Maka Nabi Muhammad  bersabda :

أَنْت وَمَالُكَ لِأَبِيكَ

"Kamu dan hartamu adalah milik ayahmu!." HR. Ibnu Majah (2291), dinilai shahih oleh asy-Syaikh Muhammad Nashir dalam Irwa al-Ghaliil (838)

Namun apakah Sang Ibu juga boleh melakukannya? Terjadi perselisihan di kalangan ahli ilmu menyangkut masalah ini. Apakah ibu memiliki hak yang sama seperti ayah ataukah tidak.

Diajukan pertanyaan kepada asy-Syaikh Muhammad al-'Utsaimiin rahimahullah :

سـ : ما حكم أخذ راتب الولد والاستفادة منه لوالديه؟

P : Apa hukumnya mengambil gaji anak dan dimanfaatkan untuk kepentingan kedua orangtua?

الجواب:  أما الأب فله أن يأخذ من مال ولده ما شاء بشرط أن لا يتضرر الولد بهذا، فللوالد أن يأخذ من راتب ولده ما لا يتضرر به الابن، وأما الوالدة فليس لها أن تأخذ من مال ولدها إلا ما أعطاها، والذي ينبغي للوالدين أن يدعوا الأولاد ورواتبهم إلا عند الحاجة، أو إذا رأوا من تصرفات الابن ما ينبغي أن يؤخذ منه المال، وفي هذه الحال يكتب المال المأخوذ على أنه لصاحبه لا للأب أو الأم، يكون محفوظاً له إذا رشد وعرف قدر المال

J : Adapun ayah, boleh baginya mengambil harta anaknya sesuai yang dia inginkan dengan syarat tidak menjadikan si anak kesusahan bila diambil hartanya. Sehingga boleh bagi ayah untuk mengambil harta anaknya seukuran anaknya tidak menjadi kesusahan. Sedangkan ibu, tidak boleh mengambil harta anaknya kecuali jika diberi.

Namun yang semestinya ialah tidak mengambil harta anak-anak mereka kecuali saat perlu saja. Atau saat mereka belum bisa mengatur uang, yang jika kondisinya demikian boleh mengambil uang anak dan dicatat untuk dijaga hingga mereka bisa mengatur keuangan secara baik dan tahu akan nilai harta." (Fataawaa Nuur 'alad Darb, XII/362)

Walhasil dari hadits di atas dan uraian asy-Syaikh al-'Utsaimiin rahimahullah kita mendapatkan beberapa kesimpulan hukum yang penting :

1. Ayah boleh mengambil harta anak seukuran tidak menjadikan anaknya kesusahan.

2. Ibu tidak boleh mengambil alih harta anaknya, sedikit ataupun banyak. Karena Rasulullah ﷺ dalam hadits di atas menyebutkan ayah secara khusus. Tapi dalam kondisi mendesak, sang Ibu boleh mengambil sekedar keperluannya dari harta anaknya -insya Allah- , karena sebagaimana kita singgung di atas, ulama sendiri berbeda pendapat apakah ibu juga termasuk dalam cakupan hadits di atas. Berbeda dengan keterangan asy-Syaikh al-'Utsaimiin, alim lain seperti al-'Allaamah Shaalih al-Fauzaan hafizhahullah dan lainnya memandang bahwa ibu memiliki hak yang sama dalam masalah ini. Wallahu a'lam.

3. Hendaknya orangtua tidak bergampangan dalam mengambil harta yang dimiliki anaknya.

4. Boleh bagi ayah dan ibu untuk mengambil harta anak saat dia belum bisa mengelola harta secara benar agar tidak dibelanjakan pada hal-hal yang sia-sia.

Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu a'lam bish shawab.

- See more at: http://www.nasehatetam.com/read/241/mengambil-gajih-anak#sthash.4VxXoHED.dpuf

Tidak ada komentar: