Kamis, 02 Mei 2013

{}-* Rumahku, Madrasahku *-{}



Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah, Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui. (QS. Al-Ankabuut [29]: 41)

Pondasi keluarga sakinah adalah Allah Swt. Ketika seseorang hendak menikah, niat dan motivasi utamanya haruslah karena Allah Swt. Jika tidak, maka pondasi rumah tangga itu sejak dari awal sudah rapuh, persis seperti rapuhnya rumah laba-laba sebagaimana yang dijadikan tamsil dalam ayat di atas.

Oleh karena itu, semua gerakan dan tindakan suami istri harus di
niatkan untuk mencari ridha Allah Swt, mendapatkan berkah,dan
kasih sayang-Nya. Jika tidak, riak kecil saja bisa menenggelamkan biduk rumah tangga. Apalagi jika yang datang
itu adalah badai besar atau sunami, maka hancur leburlah semua
penghuni rumah tangga itu. Betapa banyak keluarga yang mencita-citakan sebuah bangunan rumah tangga yang sakinah tapi justru ujung-ujungnya malah berubah menjadi nestapa, kepedihan, dan kehancuran semata.

Rumah tangga Islami adalah rumah tangga yang seluruh penghuninya meletakkan Allah Swt di atas segala-galanya. Mereka tunduk, patuh, taat, dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah Swt. Kehendak-Nya, baik yang berupa qadha dan takdir, syari'ah dan hukum-hukum-Nya, serta sunatullah yang biasa disebut hukum alam, diterima dan dikelola dengan sebaik-baiknya.

Rasulullah saw bersabda: "Peliharalah Allah, niscaya Dia memeliharamu; peliharalah Allah, niscaya kamu mendapati-Nya selalu dihadapanmu; Apabila kamumemohon, maka mohonlah kepada Allah; Apabila kamu meminta bantuan, maka mintalah bantuan kepada Allah. Ketahuilah bahwa sesungguhnya seandainya umat berkumpul memberi suatu manfaatkepadamu, mereka tidak mampu memberimu kecuali sesuatu yang telah di tetapkan Allah untukmu; dan bila mereka berkumpul untuk menjatuhkan mudharat kepadamu, mereka tak akan mampu menjatuhkannya kepadamu, kecuali sesuatu yang telah ditetapkan Allahatasmu. Pena-pena telah diangkat dan lembaran telah ditutup." (HR. Tirmidzi).

Allah Swt adalah sumber kekuatan dalam membangun rumah tangga. Keluarga Muslim menjadi kuat ketika mereka mengambil kekuatan dari Allah, Dzat yang diimani dan dijadikan tempat untuk berserah diri.

Allah Swt tidak akan membiarkan hamba-Nya yang telah berserah diri kepada-Nya menjadi lemah. Dia tidak mungkin membiarkan hamba-Nya yang berpegang teguh kepada-Nya berjuang sendirian, tanpa bantuan dan pertolongan-Nya. Dia pasti menyambut dan mengulurkan tangan-Nya kepada setiap hamba yang ingin menggapai-Nya.

"Jika Allah Swt menolong kalian, maka tak ada orang yang dapat
mengalahkan kalian; jika Allah Swt membiarkan kalian (tidak memberi pertolongan), maka apakah gerangan yang dapat menolong kalian? Karena itu hendaklah kepada Allah sajalah orang-orang mukmin bertawakkal." (Ali Imran : 160)

Ada baiknya jika keluarga Muslim menyediakan waktu untuk ber-
muhasabah, apakah niat dan motivasi mereka selama ini sudah benar? Apakah dalam perjalanan berkeluarga selama itu niatnya tetap lurus atau telah terjadi penyimpangan? Mungkin tergoda oleh gemerlapnya materi. Mungkin tak tahan oleh kemiskinan dan penderitaan. Atau, mungkin saja sudah tergoda oleh iming-iming setan.

Jika terjadi penyimpangan, segera luruskan kemabli. Jika sudah lurus menuju tujuan, jaga baik-baik agar jangan sampai melenceng.

"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan 'Tuhan kami ialah Allah' lalu meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan) 'Janganlah kamu merasa takut dan jangan pula merasa sedih.". (Fush-shilat [41]: 30)

Komitmen untuk membangun keluarga Islam tidak cukup dinyatakan sekali di awal pernikahan saja. Terlalu banyak godaan, iming-iming, rayuan, dan pesona yang dapat membelokkan niat dan motivasi lillahi ta'ala.

Untuk itu, komitmen harus senantiasa diperbaharui. Baiat anggota keluarga untuk menomorsatukan Allah Swt, menjadikan
-Nya sebagai rujukan utama, dan memposisikan-Nya di atas segala-galanya perlu diulang berkali-kali oleh seluruh anggota keluarga. Mulai aya, ibu, anak-anak, dan semua penghuni rumah. Jika perlu libatkan juga pembantu rumah tangga.

Dengan demikian, yang berdaulat di rumah kita adalah Allah Swt. Kehendak dan kemauan Allah Swt, baik yang tersurat berupa Al-Qur'an dan as-Sunnah maupun yang tersirat berupa hukum-hukum alam, ditaati dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh oleh segenap anggota keluarga. Dalam keluarga ini, syari'at dan hukum Allah Swt diberlakukan di bawah kepemimpinan seorang ayah atau suami.

Terhadap syari'at yang sudah jelas-jelas dasarnya, tidak ada istilah "dimusawarahkan". Hanya ada dua kata untuk syari'at Allah Swt, yaitu sami"na wa atha'na. Tidak ada pilihan. Tak ada tawar menawar. Yang ada adalah: Laksanakan, titik!

Madrasah
Di sini, rumah harus berfungsi ganda. Fungsi pertama adalah sebagai mesjid, di mana bacaan Al-Qur'an, dzikir, shalat, dan doa mensuasanai seluruh gerak rumah tangga.

Yang dominan dalam rumah Islami adalah bacaan-bacaan yang meninggikan Asma Allah Swt. Teguran, sapaan, helaan nafas, suasana senang dan sedih, selalu diiringi suara dzikir.

Tak ada umpatan, caci maki, kata-kata kotor, keluh kesah, nada sombong, dan bangga diri. Yang ada justru suara santun, nada rendah, sejuk, dan penuh suasana spritual.

Rumah juga berfungsi sebagai madrasah, di mana seluruh anggota keluarga belajar dan mengasah diri menjadi Muslim sejati. Di rumah itu harus ada saling menasehati terhadap kebenaran (al-Haq), kesabaran (ash-Shabr), dan kasih sayang (Marhamah).

Di sini semua anggota keluarga menjadi murid sekaligus guru. Tentu saja ayah dan ibu yang paling di tuntut untuk berada di depan memberi keteladanan. Akan tetapi tidak ada salahnya jika sang ayah atau sang ibu belajar dari anak-anaknya sendiri.

Banyak pelajaran yang menjadi kurikulum madrasah ini, tapi yang tak kalah pentingnya adalah pelajaran tanggung jawab. Setiap anggota keluarga mempunyai tanggung jawab masing-masing. Setiap individu adalah pemimpin yang di pundaknya terpikul tanggung jawab besar untuk dilaksanakannya.

Rsulullah Saw bersabda: "Kamu semua adalah pemimpin dan dimintai pertanggungjawaban tentang yang ia pimpin. Imam (penguasa) adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Seorang laki-laki (suami) adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawabannya tentang kepemimpinannya. Seorang perempuan (istri) adalh pemimpin dalam rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang ia pimpin. Seorang pembantu rumah tangga adalah pemimpin dalam memelihara harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Dan kamu semua adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang kalian pimpin. (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadits di atas menjelaskan kepada kita bahwa setiap individu itu berdaulat dan memiliki kemerdekaan atas dirinya sendiri, di samping memiliki tanggung jawab kepada orang lain. Setiap individu harus mampu memimpin dirinya sendiri sebelum memimpin orang lain.

Pendidikan kepemimpinan itu harus di mulai dari rumah. Dengan demikian pendidikan di rumah merupakan pendidikan utama, sedang pendidikan sekolah dan masyarakat menjadi nomor dua atau tiga.

Ayah dan ibu harus menjadi guru, tutor, sekaligus instruktur utama, sedang guru-guru sekolah hanya pendamping dan pelengkap saja. Apalagi dalam hal pembentukan karakter, pembentukan moral, dan mental. Madrasah yang paling handal adalah rumah.

Ayah dan ibu tidakboleh kalah menariknya dibandingkan TV dan radio. Ayah dan ibu harus tetap menjadi magnet utama, sehingga dengan cara seperti itu anak-anak lebih banyak menyerap pelajaran dari orang tuanya secara langsung dan original, apalagi yang membutuhkan keteladanan.[]

Sumber
Majalah SAHID

Tidak ada komentar: