Jumat, 27 Juli 2012

PUPUS SUDAH

Kugapai langit teduh
Dengan sejuta mimpi
Terbang di tepi pelangi senja
Kucium aroma wangi dalam hujan kerinduan hati
Kutapak jalan berlumpur yang licin
Terbenam dalam kubangan lara

 Kekuatan cinta memagari hati dan kekuatan jiwa
Ratusan senja berlalu
Gulungan badai hitam menebarkan jubahnya
Mencabik rasa 
Menekan apresiasi diri
Mencoret kertas putih hati
Seluruh sisi menjadi jingga
Kobaran api membakar jiwa....


Nyanyian merdu memeluk hidup
Kintiran angin membuai rasa
Bagai kicau burung mendendangkan kharisma jiwa
Menebar di angkasa
Fenomena cantik
Gradasi hidup nan indah
Kicauannya itu kini tiarap
Jauh melayang tak tertangkap telingaku lagi
Sepi
Sayup
Dan hilang

Hamparan surgamu kini nyaris hangus jadi arang hitam
Berdebu kusam
Berselimut kabut....

Oh betapa garangnya manusia
Yang manis lembut bagai domba
Namun seganas serigala
Yang menumpas rumah surgaku
Menjadi belanga yang menganga....

Nyanyian surga kelam
Masuk dalam telapak dukaku
Hamparan kabut kembali melingkupi sukmaku
Bagai tarian ombak nyanyian hati
Akankah keharmonisan ini terpecah?
Akankah?
Biarkan dia terbangun beralaskan cintanya yang telah pudar....

Kuberdiri tertegun dengan pandangan meredup
Angan merajut cerita
Terindah
Termerah
Mata mencari sesuatu yang hilang
Tertegun
Kelabu
Dan hilang
Mata menyatu dalam kisah
Rajutan hati sarat nuansa hati
Melilit
Terang
Terbang
Dan kembali melilit gulana

Pupus sudah
Berhenti rasanya sukamku
Dan mati
Ku berjalan sendiri lagi
Lagi Dan lagi....!

 

 

Minggu, 22 Juli 2012

RENUNGAN DIRI

Nenek moyangmu bermula dari tanah liat yang kering
Letaknya pada bagian bawah 
Terinjak-injak oleh kaki-kaki yang melangkah di atasnya.

Asal mulamu dari air yang hina
Memancarpun atas kehendaknya 
Tak menjadi apa-apa saat tak dijaga dalam dinding yang kokoh
Teramat mudah ia keluar sebelum waktunya 
Teramat mudah ia terancam untuk menjadi tiada
Lahirmu kedunia adalah kesendirian sejak mulanya
Tak membawa apa-apa selalin janji yg kelak tak bisa berpaling darinya
Serta suara tangis yg menunjukkan segala ketidakberdayaanmu tanpaNya

Lalau mengapa kau berjalan di muka bumi dengan pongah
Kau tak lagi hiraukan tiap tanah yang kau tapaki adalah asalmu yang tak berpunya
Mata itu, yang kau banggakan ketajamannya adalah pinjaman
Kulit itu, yang kau pastikan kemulusannya pun bukan milikmu juga
Otak itu, yang kau pastikan kehebatannya juga dapat dengan mudah kehilangan semuanya
Lalu kau tetap berjalan dengan pongah
Tak peduli dengan setiap panggilan, sayup-sayup dari menara
Tak peduli pada setiap anjuran dari kitap suci
Tak peduli dengan semuanya sebab merasa telah berpunya

Hey, kau yang tak punya apa-apa!

Seperti datangmu yang tampa sehelai benang
Kelak kembalipun tanpa apa-apa
Mungkin hanya dengan selembar kain yang kelakpun akan termakan oleh hewan-hewan tanah
Kau kembali padaNya, pada bumi yang telah menunggu kembalimu
Entah seperti apa dia akan memelukmu
Apakah dengan lembut?
Ataukah dengan himpitan sebab dulu kauberjalan di atasnya
dengan sesuka hatimu saja!

Hey, kau yangtak punya apa-apa!

Perhatikanlah bahwa tiap mentari terbenam
Tak pernah ia berjanji untuk kembali datang
Maka esok untukmu pun bukanlah niscaya
Lihatlah dirimu dari segala sisinya
Dan temukan bahwa
Kau memangtak pernah punya apa-apa....!!!
 

Jumat, 20 Juli 2012

SEPASANG RINDU

Ranting cemas itu masih berdiri kokoh di sudut ruang benakku.
Sedang aku masih berharap kau hadir malam ini membawa selaksa rindu yang telah ku titipkan di peraduanmu.
Kekasih, langkah kian sunyi di bawah senyum rembulan malam ini.
Dan seperti rembulan itu, rinduku adalah seluruh resahku yang tersimpan rapi di bawah kenangan yang menjelma dalam sosok dirimu.
Menemuimu di bibirmu.
Bibirmu penuh dengan goresan diri dan getah kata-kata.
Aku memotong rumput yang telah tumbuh terlalu tinggi di sudut sana agar mudah menemukan matamu.
Menemuimu di matamu.
Matamu penuh dengan kutu putih dan merah tanah yang terbakar matahari.
Aku mencangkuli nestapa agar kesuburan menjadi milik bumi yang bertahta di telingamu.
Menemuimu di telingamu.
Telingamu penuh dengan banjir sumpah serapah yang menenggelamkan padang dan petir yang mengoyak padi.
Aku membersihkan debu dari bintan-bintang yang mengotori sawahmu,
Agar bulir padi yang gemuk-gemuk dapa kusematkan di bibirmu.
Menemuimu di bibirmu.
Aku menemuimu di segala tempat, yang pahit dan yang kelam, yang buruk dan yang bau, yang berengsek dan yang cabul.
Aku menemukan rahasia Tuhan buatku di tubuhmu, 
Kekasihku.... 
Dari Dunia Aksara...